Karena Telat
By: Nandang Burhanudin
*****
SBY bisa jadi yang paling menyesal, mengapa di Pilpres 2014 ia biarkan Polri memihak Jokowi. Akhirnya, sosok sehebat SBY takluk pada bargaining kriminalisasi kasus Hambalang. Ia lebih prihatin pada diri dan keluarganya, daripada nasib Republik ini.
By: Nandang Burhanudin
*****
SBY bisa jadi yang paling menyesal, mengapa di Pilpres 2014 ia biarkan Polri memihak Jokowi. Akhirnya, sosok sehebat SBY takluk pada bargaining kriminalisasi kasus Hambalang. Ia lebih prihatin pada diri dan keluarganya, daripada nasib Republik ini.
Abu Rizal Bakrie juga menyesal, mengapa ia biarkan Setya Novanto yang
bukan siapa-siapa, tetiba merangsak masuk dan muncul menjadi ketua
Golkar menggantikan dirinya. Ia menerimanya, sebagai konpensasi dari
tragedi Lumpur Lapindo daripada nasib NKRI.
Para habaib, ulama, kiai pendukung PPP boleh jadi menyesal, mengapa ia biarkan sosok yang bukan lahir dari rahim PPP, bisa muncul menjadi Ketum dan Sekjen PPP. Akhirnya, PPP menjadi pendukung kafir penista Al-Qur'an, konpensasi dari kasus-kasus.
Muhammadiyah bisa jadi menyesal, mengapa tidak menindaklanjuti terus kasus pembunuhan Siyono oleh Densus 88. Pun Ustadz Zaitun menyesal, saat ia menganggap permintaan maaf Metro TV atas tuduhan terorisme pada dirinya sebagai islah.
Telat bersikap, berujung pada kehancuran. Bukankah kekhilafahan Utsmani bubar -selain alasan lainnya-, disebabkan pula oleh keterlambatan menyikapi "organisasi rahasia" yang dibackup Inggris, Perancis, Jerman, Rusia, saat itu?
Mumpung belum sangat terlambat, sebelum semua kiai, ulama, asatidz, ormas Islam anti Ahox dihabisi Polisi dengan tuduhan macam-macam. Maka ada baiknya, umat Islam menggandeng TNI bersikap tegas, memperkuat basis massa sebagai bargaining, "Gua juga bisa, loe jangan sok jagoan di atas hukum."
Ingat, Ahox dan boneka lainnya bukan sekedar masalah Pilgub. Tapi lebih dari itu, ia adalah bentuk lain dari perang eksistensi antara koalisi kekufuran vs Islam yang hanif. Jangan pernah telat bersikap. Jika telat, kita baru meratapi saat Jakarta menjadi Singapura atau Palestina, saat di-Husni Kamilkan, atau saat di-SBY-kan.
Para habaib, ulama, kiai pendukung PPP boleh jadi menyesal, mengapa ia biarkan sosok yang bukan lahir dari rahim PPP, bisa muncul menjadi Ketum dan Sekjen PPP. Akhirnya, PPP menjadi pendukung kafir penista Al-Qur'an, konpensasi dari kasus-kasus.
Muhammadiyah bisa jadi menyesal, mengapa tidak menindaklanjuti terus kasus pembunuhan Siyono oleh Densus 88. Pun Ustadz Zaitun menyesal, saat ia menganggap permintaan maaf Metro TV atas tuduhan terorisme pada dirinya sebagai islah.
Telat bersikap, berujung pada kehancuran. Bukankah kekhilafahan Utsmani bubar -selain alasan lainnya-, disebabkan pula oleh keterlambatan menyikapi "organisasi rahasia" yang dibackup Inggris, Perancis, Jerman, Rusia, saat itu?
Mumpung belum sangat terlambat, sebelum semua kiai, ulama, asatidz, ormas Islam anti Ahox dihabisi Polisi dengan tuduhan macam-macam. Maka ada baiknya, umat Islam menggandeng TNI bersikap tegas, memperkuat basis massa sebagai bargaining, "Gua juga bisa, loe jangan sok jagoan di atas hukum."
Ingat, Ahox dan boneka lainnya bukan sekedar masalah Pilgub. Tapi lebih dari itu, ia adalah bentuk lain dari perang eksistensi antara koalisi kekufuran vs Islam yang hanif. Jangan pernah telat bersikap. Jika telat, kita baru meratapi saat Jakarta menjadi Singapura atau Palestina, saat di-Husni Kamilkan, atau saat di-SBY-kan.
0 komentar:
Posting Komentar