Pagi ini kita akan mengulas tiga sosok milioner yang masih sangat muda belia, dan memberikan pesan telak : Anda tak perlu menunggu tua untuk menjadi kaya dan meraih kebebasan finansial.
Sajian pagi ini sejatinya merupakan bagian dari serial Entrepreneur of the Year 2015 yang rutin dihadirkan oleh blog ini setiap akhir tahun.
Ada tiga sosok muda yang layak dinominasikan menjadi kandidat Entrepreneur of the Year 2015. Kebetulan ketiganya juga sudah meraih, atau hampir mencapai posisi sebagai milioner.
Mari langsung saja kita mulai ulasannya.
Nominasi # 1 : Laskita Pradnya Paramita.
Dara muda dari Bandung ini masih sangat belia, baru 20 tahun. Ia adalah pemilik bisnis kaos kaki yang sukses, dengan brand VoriaSocks.
Kebetulan dara muda ini juga bening (seperti yang bisa Anda lihat dalam fotonya).
Kisah usaha Sita (nama panggilannya) dimulai dari rasa sakit hati karena diledek oleh teman-teman SMAnya. Ceritanya saat itu dilakukan tes IQ di sekolahnya. Ternyata skor IQ hanya 90-an, jauh dibawah rata-rata, sedikit lagi masuk kategori idiot.
Sejumlah temannya meledek dia. “Kamu tidak akan bisa sukses Sita, karena IQ-mu jongkok”. Begitu ledek teman-temanya sambil tertawa terbahak.
Hati Sita terluka. Ia acap menangis sendirian di kamarnya, sembari mengenang ledekan dan cibiran temannya yang menyakitkan hati.
Sita lalu bertekad untuk membuktikan prasangka yang salah itu. Meski IQ-nya pas-pasan, Sita yakin tetap bisa meraih sukses.
Dan Sita percaya dengan pepatah lama ini : Massive Success is the Best Revenge.
Benar, sebab cara terbaik untuk membalas cibiran orang lain yang meremehkan potensi dirimu adalah bukan dengan emosi dan kemarahan. Namun dengan prestasi dan sukses yang luar biasa.
Begitulah, Sita lalu memulai usahanya. Ia pertama kali memulai bisnisnya dengan bisnis kuliner. Alhamdulilah, semuanya gagal.
Ya paling epik adalah saat ia merintis usaha kuliner ayam goreng dengan merk “Ayam Rusak”. Ia beri logo usahanya dengan gambar ayam yang diperban kepala dan kakinya.
Sial, usaha itu juga gagal dan logo ayam diperban justru membawa karma. Sita kecelakaan saat mengurus usaha ini; dan sekujur wajah dan kakinya diperban penuh luka. Persis dengan gambar ayam diperban dalam logonya.
Ia mengenang dengan senyum pahit : hati-hati bikin logo mas. Bisa membawa karma.
Namun jalan rezeki acap datang dari arah yang tak terduga-duga. Saat jalan-jalan di Pasar Baru Bandung ia melihat kaos kaki dengan motif cantik yang dijual dengan harga 45 ribu per lusin. Ia langsung borong kaos kaki itu, dan punya feeling : produk ini pasti laku kalau aku jual kembali.
See. Action bisnis acap hanya diputuskan dalam sekejap, dengan intuisi dan keberanian. Bukan dengan dipikir dan dianalisa terus menerus tapi no actions.
Sita lalu memasang dan menjual kaos itu di akun instragram. Feeling Sita benar, kaos kaki itu laris manis.
Sita langsung memburu langsung supplier kaos kaki itu. Ia juga menyewa jasa desainer freelancer untuk mendesain kemasan kaos kakinya agar tampak berkelas.
Ia juga menghire freelance fotografer untuk memotret produk-produknya ke Instagram. Sebab elemen visualisasi amat krusial agar sukses berjualan di Instagram.
Sita bilang : IQ saya mungkin dibawah rata-rata. Tapi saya paham bagaimana memanfaatkan keahlian orang lain untuk membesarkan bisnis saya.
Pesan itu layak dikenang. Anda tidak perlu pandai dalam segala hal. Sebab Anda bisa memanfaatkan kepandaian dan keahlian orang lain untuk membesarkan bisnismu.
Jualan Sita dengan brand VoriaSocks kini makin laris. Omzetnya dalam sebulan bisa tembus Rp 200 juta perbulan. Dengan profit margin sekitar 40%, ia bisa meraup profit bersih hingga Rp 80 juta/bulan.
Sebuah pencap
aian yang masif untuk anak muda dengan usia baru 20 tahun. Dan harap diketahui, Sita hanya lulus SMA. Ia tidak melanjutkan kuliah karena ya itu tadi, skor IQ-nya pas-pasan.
Ada orang dengan IQ pas-pasan bisa menjadi jutawan. Sebaliknya, ada orang dengan IQ tinggi dan lulusan S1 tapi penghasilannya pas-pasan. Itulah misteri kehidupan.
Untuk sukses bisnis kadang yang dibutuhkan bukan sekedar kecerdasan akademik dan bangku kuliah yang hanya teori belaka. Yang kadang lebih menentukan adalah “kecerdasan jalanan” atau street smart.
Nominasi # 2 : Yasa Singgih.
Usia Yasa juga masih muda, 20 tahun. Ia adalah pendiri dan pemilik brand Men’s Republic, sebuah bisnis fashion yang sukses.
Yasa memulai perjalanan usahanya karena dipicu oleh peristiwa yang menggetirkan.
Di suatu malam ia diajak bicara oleh ayahnya. Saat itu ia masih sekolah 3 SMP. Ayahnya memberi kabar yang mengejutkan : dokter memvonis ayahnya sakit jantung, dan harus dioperasi dengan biaya 100-an juta rupiah.
Saat itu belum ada BPJS. Dan biaya sebesar itu dirasa berat bagi keluarga Yasa yang hanya berasal dari keluarga biasa saja yang bersahaja.
Untuk meringankan beban keuangan orang tuanya, Yasa bertekad mencari uang sendiri. Begitulah, sejak kelas 3 SMP, Yasa sudah mencari nafkah sendiri, dengan menjadi MC di mal-mal.
Dari honor menjadi MC itu, ia lalu punya modal untuk memulai bisnis yang ia awali saat ia sekolah SMA. Bisnis pertamanya, jualan lampu hias. Produknya tidak laku dan gagal. Ia lalu memulai usaha yang kedua dengan jualan kaos produksi sendiri. Karena desainnya kurang bagus, kaos ini juga ndak laku dan gagal lagi.
Daya resiliensi adalah saat Anda gagal empat kali dan bisa bangkit lima kali. Dan berani mencoba lalu gagal itu mungkin lebih baik daripada tidak mencoba sama sekali.
Sebab rasa takut akan kegagalan – itulah benih dari petaka hidup yang sarat kenestapaan.
Usaha yang ketiga yang Yasa lakukan adalah dengan menjual kaos hasil kulakan di Pasar Tanah Abang. Oleh Yasa, kaos ini dibranding dan dikemas dengan menarik sehingga tampak berkelas.
Yasa juga memakai model yang keren untuk foto produk-produk kaosnya (modelnya adalah teman sekolahnya yang kebetulan keren).
Ia lalu menjual kaos-kaos itu secara online. Ditopang oleh kekuatan visualisasi yang bagus, produk kaos Yasa hasil kulakan Pasar Tanah Abang laku keras.
Daya visualisasi. Ini elemen kunci yang kadang dilupakan oleh para penjual olshop dan Instagram. Banyak foto produk yang dipotret dengan sembarangan. Akhirnya produknya tidak laku.
Karena produknya laku, Yasa kemudian memburu langsung supplier dan lalu expand ke produk lain seperti Jaket dan Sepatu. Semua diberi bradinng Men’s Republic – dengan tampilan yang berkelas dan profesional.
Bisnis Yasa melalui Men’s Republic terus melaju. Kini omzet bisnisnya tembus 400 jutaan/bulan. Dengan margin 30%an, ia mendapat net profit sebesar Rp 120 juta/bulan. Sebuah jumlah yang amat mengesankan untuk anak muda yang masih berusia 20 tahun (dan masih kuliah di Binus semester 5).
NEVER TOO YOUNG TO BECOME A BILLIONAIRE. Demikian judul buku yang pernah ditulis oleh Yasa Singgih. Sebuah kalimat yang benar adanya, dan sudah ia buktikan sendiri.
Benar, Anda tidak perlu menunggu tua (atau pensiun) untuk menjadi kaya dan meraih kebebasan finansial.
Nominasi # 3 : Diajeng Lestari.
Perempuan berusia 29 tahun ini adalah founder dan owner dari "Hijup com" – sebuah mal online busana muslimah paling terdepan di tanah air.
Diajeng adalah seorang ibu dari satu anak yang masih lucu. Dulu alumnus FISIP UI ini bekerja sebagai pekerja kantor di sebuah lembaga riset pemasaran. Pada tahun 2011 ia resign, dan membangun portal Hijup com.
Konsep Hijup adalah menjadi mal online untuk brand-brand busama muslimah terdepan di tanah air. Hijup lahir persis ditengah gelombang ledakan konsumen muslimah Indonesia.
Salah satu langkah paling jenius dari Hijup adalah memanfaatkan Youtube untuk membangun audience yang masif dan loyal.
Melalui ratusan video tutorial memakai hijab, portal Hijup membangun koneksi yang kuat dengan calon pelanggannya. Dan berhasil. Kini c
hannel mereka di Youtube punya pelanggan lebih dari 150 ribu subscribers, dan salah satu brand yang paling berhasil memanfaatkan kekuatan “video marketing”.
Itulah yang disebut sebagai “brilliant content marketing strategy” – memberikan value kepada calon pelanggan melalui beragam kanal social media demi membangun relasi jangka panjang.
Melalui video-video di Youtube itu, Hijup mungkin telah ikut memulai revolusi Hijabers di tanah air – sebuah ledakan konsumen muslimah yang tumbuh pesat sejalan ledakan smartphones.
Hijup lalu jadi fenomena. Bisnisnya terus tumbuh. Awal tahun ini, Hijup mendapatkan pendanaan sekitar 30 – 50an milyar dari venture capital (angka estimasi). Target Hijup, menembus omzet 100 milyar tahun 2016. Padahal Hijup baru didirikan tahun 2011.
Dalam lima tahun menembus omzet 100M. Itulah kekuatan kombinasi kreativitas digital dan ledakan internet di Indonesia.
DEMIKIANLAH, kisah tiga sosok kandidat nominasi Entrepreneur of the Year 2015.
Sita. Yasa. Diajeng. Tiga sosok anak muda brilian yang meraih rezeki masif karena kekuatan kreativitas dan keajaiban internet.
Mereka mungkin sosok generasi digital yang menjadi kaya murni karena ledakan internet dan social media yang muncul di tanah air dalam lima tahun terakhir.
Atas berbagai pertimbangan, maka Diajeng Lestari yang paling layak dinobatkan sebagai ENTREPRENEUR OF THE YEAR 2015.
Dalam salah satu wawancara, Diajeng pernah bilang kunci keberhasilan dia adalah ini : Yakin dengan Dirimu. Yakin dengan Impianmu.
Dream
Believe
Make it Happen
Penulis : Yodhia Antariksa