TAK MUDAH MELEWATI BULAN RAMADHAN TAHUN INI
Oleh : Nasrudin Joha
Ramadhan tahun ini adalah Ramadhan 'penuh intimidasi', 'penuh tekanan', penuh seruan kemunafikan bertopeng kebajikan dan kemaslahatan bangsa. Disaat jiwa bergolak, bersemangat untuk Amar Ma'ruf Nahi Munkar, disaat umat ini ingin menjadikan Ramadhan sebagai bulan Jihad, bulan perlawanan atas tirani dan penindasan, mereka yang merasa memiliki kasta tinggi dibawah jubah 'Brahmana Agama', mereka yang bertengger di atas anjungan ormas yang merasa paling mencintai Nabi SAW, justru mengendurkan semangat jihad di bukan suci ini.
Ada yang bermanis muka kepada umat, mengajak umat 'melakukan gencatan senjata' untuk berhenti mengoreksi kezaliman rezim curang, meminta terima dan ridlo dengan penindasan, memaksa 'kezaliman' harus diterima sebagai takdir dari Allah SWT, mengumbar keshalehan dan kesantunan untuk menyambut Ramadhan dengan damai, memaksa melakukan rekonsiliasi dengan kemungkaran. Inilah, Ramadhan terberat, Ramadhan selain mengalahkan nafsu pribadi, harus pula melawan agitasi palsu berdalih kesalehan spiritual untuk neninggalkan keutamaan amar Ma'ruf nahi munkar mengoreksi kekuasaan yang zalim.
Seruan untuk kembali damai, kembali menerima kedustaan -setelan nyaris lima tahun hidup dibawah tekanan dan kebohongan- meminta umat ridlo, pada kekuasaan yang tidak dikehendaki, pada kekuasaan yang dicuri dan dicurangi, kekuasaan yang ingin memaksakan periode kezaliman.
Bagaimana mungkin Brahmana agama itu, dibulan yang mulia ini, ingin menarik paksa umat yang telah menceburkan diri di medan jihad, kemudian ditarik mundur ke barak-barak dzikir, mencukupkan diri dengan rasa haus dan lapar, padahal ada keutamaan yang lebih dari itu ? Bagaimana mungkin, ditengah gelora jihad, gelora perjuangan untuk meruntuhkan kekuasaan tiran, justru ada seruan-seruan jahil untuk menarik mundur pasukan ?
Pasti, siapapun Brahmana agama itu, yang bersembunyi dibalik jubah kesalehan adalah orang yang tak paham agama. Atau orang yang benaknya dipenuhi rasa cinta dunia, atau orang yang berada dibawah tekanan penguasa, atau orang yang ingin, sedang dan terus menjilat pada penguasa, atau orang yang ingin menyihir umat untuk kembali tidur yang panjang setelah berada pada keadaan terjaga.
Mereka, mengintimidasi umat agar kembali ke bilik masjid, mencukupkan pahala dzikir, lapar dan dahaga puasa Ramadhan. Tapi mereka, para Brahmana agama ini bungkam, diam seribu bahasa, bahkan ikut melegitimasi kezaliman penguasa.
Mana suara mereka atas maraknya kriminalisasi ulama ? Kriminalisasi ajaran Islam ? Kriminalisasi simbol Islam ? Mana suara mereka atas kecurangan pemilu yang begitu brutal ? Mana suara mereka, untuk 500 lebih nyawa melayang hanya untuk urusan coblos coblosan ?
Padahal, hancurnya dunia dan seisinya jauh lebih rendah dimata Allah SWT ketimbang nyawa seorang muslim. Apakah 500 lebih petugas pemilu yang meninggal tidak ada satupun yang muslim ?
Mana suara mereka, ketika umat merintih melihat kecurangan penguasa begitu telanjang. Mereka seolah tutup mata, mereka bungkam atas kemaksiatan diujung hidung yang aromanya begitu sengak. Apakah harta dan jabatan dunia, telah menyumpal mulut Brahmana agama ?
Tapi Alhamdulilah, tidak semua umat memenuhi seruan palsu itu, tidak semua umat tertipu dengan fatwa-fatwa sesat yang berdalih pada maslahat. Umat ini telah sadar bahwa kemuliaannya hanya bisa diraih di Medan jihad, bukan hanya dengan berlapar dan terkulai dalam dahaga.
Umat ini juga sudah paham, mana ulama sejati, mana dakwah yang lurus, mana seruan yang menjamin kemaslahatan dunia dan akherat. Umat ini paham, mana jalan menuju kebangkitan dan kemuliaan dan mana jalan yang menambah nestapa dan keterpurukan.
Umat ini, tidak membutuhkan legitimasi lembaga keagamaan, ormas keagamaan, ulama televisi. Umat ini mencukupkan Al Quran dan AS Sunnah, berdiri tegak diatas manhaj ulama lurus, yang tetap konsisten berjuang di Medan dakwah.
Wahai punggawa-punggawa perubahan, mujahid-mujahid Islam, tetaplah bertahan di parit-parit perjuangan. Abaikan himbauan-himbauan yang melemahkan.
Tetaplah kuat dan semakin kuat di bulan suci Ramadhan ini, untuk terus melemparkan amunisi kebenaran, membungkam tirani dan penindasan. Jangan pernah lelah ! Jika sesekali butuh rehat, rehatlah. Namun, jangan pernah bergeser apalagi mundur dari garis tempur.
Jika pada akhirnya, ulama lurus mengumandangkan seruan People Power, untuk menyuarakan kebenaran, untuk membungkam kezaliman, maka bersiaplah. Sungguh, mati Syahid di Medan jihad pada bulan yang suci ini, lebih mulia ketimbang mati hanya menggenggam pahala karena lapar dan dahaga.