Kamis, 21 Juni 2018

Mengakui Islam Nusantara Bisa Membatalkan Keislaman

 Mengakui Islam Nusantara Bisa Membatalkan Keislaman
Wednesday, 20 Jun, 2018


Oleh: Ferry Is Mirza *)


ISLAM Nusantara belakangan digemakan di mana-mana. Tetapi, berhati-hatilah jika anda mengakui keberadaan agama Made in Indonesian ini.
Karena,  bila disertai dengan keyakinan maka bisa membatalkan keislaman kita atau kita keluar dari Islam.

Islam Nusantara diproklamirkan pada tahun 2016 oleh pimpinan organisasi Islam di negeri ini. Dan kini marak diperbincangkan setelah beredar video seorang tokoh Islam Nusantara menjelaskan, "Islam Nusantara adalah agama yang sejati, sedangkan Islam Arab itu adalah agama penjajah".

Waspadai pernyataan ini. Jangan dianggap sepele, karena :

1. Mengandung arti tidak mengakui lagi agama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW di Arab (Mekkah-Madinah).

2. Mendustakan beberapa ayat Al Quran bahwa Islam adalah agama sejati, satu-satunya agama yang diridhai Allah dan agama yang sempurna.

3. Mengandung kebencian kepada agama yang diturunkan Allah di Arab dan kebencian terhadap ajaran-ajarannya karena dianggap menjajah bangsa kita.

Dengan demikian pernyataan tersebut bermakna :

1. Tidak mengakui lagi Islam yang diajarkan Nabi Muhammad sebagai agama untuk bangsa ini.

2. Tidak mengakui berarti telah meninggalkan dan menggantinya dengan agama inovasi dan modifikasi sendiri yang disebut Islam Nusantara.

3. Bila mengakui Islam Nusantara sebagai agama yang sejati, maka telah rusaklah kalimat sahadat kita. Artinya, telah berada di luar area Islam yang disebarkan Rasulullah Muhammad SAW sebagai satu-satunya agama yang diridhai Allah SWT.

Bila kita ikut-ikutan mengakui Islam Nusantara berarti ikut-ikutan keluar dari Islam Muhammad, kafir terhadap Islam Muhammad dan mempertuhankan ulama pendiri Islam Nusantara.

Oleh karena itu, wahai saudaraku, jagalah sahadatmu dengan menjaga akidah dan perkataanmu. Islam itu hanya satu, yaitu yang turun di Arab dan yang disebarkan oleh Rasulallah dan berlaku untuk seluruh umat manusia.

Jangan terkecoh pada Islam Nusantara yang dianggap sebagai agama yang sejati. Itu adalah tipu daya setan untuk menyesatkan dan merusak keislaman kita.

Jangan terbuai pada gelar pendirinya atau banyaknya pengikutnya. Tetapi percayalah hanya kepada Islam yang sejati yang diturunkan Allah SWT di tanah Arab.

Bila hatimu mengakui Islam Nusantara sebagai agama sejati, maka lebih baik berhentilah shalat, berhentilah berkiblat ke Masjidil Haram. Karena tiada gunanya bagi orang-orang yang mendustakan Islam, yang telah meninggalkan Islam. Sebab, bila sahadat kita telah rusak maka tidak akan diterima segala amal ibadah kita. Berpegang teguhlah pada Islam yang telah diajarkan Rasulullah SAW dan ridhakan hatimu pada agama yang diridhai Allah.

*) Ferry adalah wartawan senior, tinggal di Sidoarjo, Jawa Timur.
[19:39, 6/21/2018] Jabar Asyik. Bdg OdedYana: Medio Juni 2018.

Prof. Ng Aik Kwang dari University of Queensland, dalam bukunya “Why Asians Are Less Creative Than Westerners” (2001) yang dianggap kontroversial tapi ternyata menjadi “best seller”, mengemukakan beberapa hal tentang bangsa-bangsa Asia yang telah membuka mata dan pikiran banyak orang :

1. Bagi kebanyakan orang Asia, dalam budaya mereka, ukuran sukses dalam hidup adalah banyaknya materi yang dimiliki (rumah, mobil, uang dan harta lain).
Passion (rasa cinta terhadap sesuatu) kurang dihargai. Akibatnya, bidang kreativitas kalah populer oleh profesi dokter, lawyer, dan sejenisnya yang dianggap bisa lebih cepat menjadikan seorang untuk memiliki kekayaan banyak.

2. Bagi orang Asia, banyaknya kekayaan yang dimiliki lebih dihargai daripada CARA memperoleh kekayaan tersebut. Tidak heran bila lebih banyak orang menyukai cerita, novel, sinetron atau film yang bertema orang miskin jadi kaya mendadak karena beruntung menemukan harta karun, atau dijadikan istri oleh pangeran dan sejenis itu.
Tidak heran pula bila perilaku koruptif pun ditolerir/diterima sebagai sesuatu yg wajar.

3. Bagi orang Asia, pendidikan identik dengan hafalan berbasis “kunci jawaban” bukan pada pengertian.
Ujian Nasional, tes masuk PT dll, semua berbasis hafalan. Sampai tingkat sarjana, mahasiswa diharuskan hafal rumus-rumus ilmu pasti dan ilmu hitung lainnya bukan diarahkan untuk memahami kapan dan bagaimana menggunakan rumus-rumus tersebut.

4. Karena berbasis hafalan, murid-murid di sekolah di Asia dijejali sebanyak mungkin pelajaran. Mereka dididik menjadi “Jack of all trades, but master of none” (tahu sedikit- sedikit tentang banyak hal tapi tidak menguasai apapun).

5. Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Asia bisa jadi juara dalam Olimpiade Fisika, dan Matematika.
Tapi hampir tidak pernah ada orang Asia yang menang Nobel atau hadiah internasional lainnya yang berbasis inovasi dan kreativitas.

6. Orang Asia takut salah (KIASI) dan takut kalah (KIASU). Akibatnya sifat eksploratif sebagai upaya memenuhi rasa penasaran dan keberanian untuk mengambil risiko kurang dihargai.

7. Bagi kebanyakan bangsa Asia, bertanya artinya bodoh, makanya rasa penasaran tidak mendapat tempat dalam proses pendidikan di sekolah.

8. Karena takut salah dan takut dianggap bodoh, di sekolah atau dalam seminar atau workshop, peserta Asia jarang mau bertanya tetapi setelah sesi berakhir peserta mengerumuni guru/narasumber untuk minta penjelasan tambahan.

Dalam bukunya Profesor Ng Aik Kwang menawarkan beberapa solusi sebagai berikut:

1. Hargai proses. Hargailah orang karena pengabdiannya bukan karena kekayaannya.

2. Hentikan pendidikan berbasis kunci jawaban.
Biarkan murid memahami bidang yang paling disukainya.

3. Jangan jejali murid dengan banyak hafalan, apalagi matematika.
Untuk apa diciptakan kalkulator kalau jawaban utk X x Y harus dihafalkan?
Biarkan murid memilih sedikit mata pelajaran tapi benar-benar dikuasainya.

4. Biarkan anak memilih profesi berdasarkan PASSION (rasa cinta) nya pada bidang itu, bukan memaksanya mengambil jurusan atau profesi tertentu yang lebih cepat menghasilkan uang.

5. Dasar kreativitas adalah rasa penasaran berani ambil resiko. AYO BERTANYA!

6. Guru adalah fasilitator, bukan dewa yang harus tahu segalanya.
Mari akui dengan bangga kalau KITA TIDAK TAHU!

7. Passion manusia adalah anugerah Tuhan...
sebagai orang tua kita bertanggung-jawab untuk mengarahkan anak kita untuk menemukan passionnya dan mensupportnya.

_Mudah-mudahan dengan begitu, kita bisa memiliki anak-anak dan cucu yang kreatif, inovatif tapi juga memiliki integritas dan idealisme tinggi

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More