Jakarta – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari
Azhar membuka fakta baru yang mencengangkan. Fakta itu berkaitan dengan
langkah penyelamatan Bank Century yang diduga merugikan keuangan negara
sebesar Rp 6,7 triliun. Kasus Bank Century itu sendiri pernah
menghebohkan perpolitikan nasional. Apalagi hasil audit forensik Badan
Pemeriksa Keuangan menunjukkan adanya kejanggalan dari langkah
penyelamatan terhadap Bank Century.
Namun, meski begitu kuat bau korupsi
dari langkah penyelamatan Bank Century, tidak mudah untuk membawanya ke
ranah hukum. Padahal secara politik Sidang Paripurna Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) memutuskan adanya pelanggaran dari langkah penyelamatan
yang dilakukan pemerintah.
Sejauh ini hanya Menteri Keuangan Sri
Mulyani Indrawati yang harus menjadi korban. Ia harus terpental dari
kabinet, meski beruntung masih mendapat tempat terhormat di Bank Dunia.
Padahal ia sempat mengaku merasa tertipu oleh keputusan untuk
menyelamatkan Bank Century.
….Sri Mulyani sempat ketakutan saat
kasus Century bergerak liar yang mungkin saja bisa menjebloskannya ke
penjara. Rasa cemas mantan Menkeu itu diungkapkan Johan Silalahi dari
Negarawan Center dalam diskusi Chat After Lunch di FX Plasa, Senayan,
Jakarta, pada hari Selasa (24/11/2009) silam. Johan saat itu menyatakan,
dalam kapasitas sebagai pengambil keputusan pengucuran dana Century,
Sri Mulyani tidak mau dipenjara. Karena itu, Sri Mulyani pun
mengungkapkan bahwa dirinya telah ditipu dalam kasus ini.
‘’Saya sampaikan ke teman-teman
media, bahwa pengakuan dari Sri Mulyani sudah keluar. Saya kutip itu dan
saya sampaikan di situ secara terbuka. Yaitu, dalam kasus Bank Century
ini dia tidak tahu. Tepatnya, dia tertipu. Sri Mulyani sendiri sudah
pernah ditanya oleh seorang pejabat negara, dalam kasus Century: kamu
mau dipenjara atau tidak?’’ kata Johan.
Menurut Johan, saat itulah muncul
pengakuan dari Sri Mulyani bahwa dia tidak mau dipenjara hingga muncul
pengakuan dia merasa ditipu dalam pengambilan keputusan bailout Bank
Century oleh Bank Indonesia. ‘’Itulah yang mesti dipertanyakan,
kenapa orang seperti Sri Mulyani, yang dikenal sangat taat azas, bahkan
untuk urusan uang Rp 20 miliar saja bisa sangat teliti, tiba-tiba
menjadi begitu tidak prudent-nya dalam memutuskan pengucuran dana Rp 6,7
triliun,’’ kata Johan.
Meski kasus dugaan korupsi pada langkah
penyelamatan Bank Century ini terus dicoba untuk ditutupi, namun
tuntutan agar skandal tersebut diungkap tidak pernah berhenti.
Masyarakat tetap berharap kebenaran dari kasus yang merugikan keuangan
negara itu terus diungkap.
DPR sendiri membentuk tim pengawas untuk
mengikuti perkembangan kasus tersebut. Secara rutin tim pengawas
bertemu dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian, dan Kejaksaan
untuk mengetahui perkembangan proses penyelidikan dan pemeriksaan kasus
Bank Century.
Sampai sejauh ini ketiga lembaga penegak
hukum tersebut mengaku belum bisa menemukan unsur korupsi dari kasus
penyelamatan Bank Century. Seakan ada pintu tebal yang tidak mampu
ditembus sehingga semuanya tampak begitu gelap.
Pengakuan yang disampaikan Antasari dalam program “Metro Realitas” (Kamis, 09 Agustus 2012), menguak lagi adanya bau busuk dari penyelamatan Bank Century. Pengakuan ini bahkan luar biasa karena ternyata langkah penyelamatan itu dibahas dalam rapat di ruang kerja Presiden.
Sebagai Ketua KPK, Antasari ikut dalam
rapat yang dipimpin oleh Presiden SBY. Rapat itu sendiri, menurut
Antasari, membahas tentang krisis global yang tengah terjadi pada tahun
2008 dan Presiden mengingatkan agar pengalaman krisis 1998 jangan sampai
terulang kembali di Indonesia.
Hadir dalam rapat di ruang kerja presiden itu antara lain: Presiden
SBY sendiri sebagai Pemimpin Rapat, Ketua BPK Anwar Nasution, Jaksa
Agung Hendarman Supandji, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri,
Ketua KPK Antasari, Kepala BPKP Condro Irmantoro. Sementara dari jajaran
kabinet hadir Menko Polhukam Widodo AS, Pelaksana Tugas Menko
Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sekretaris Negara Hatta
Rajasa. Sementara duduk di deretan belakang Juru Bicara Andi
Mallarangeng dan Denny Indrayana.
Rapat itu sendiri tidak pernah diungkap
di publik. Padahal salah satu yang dibahas dalam rapat tersebut adalah
berkaitan dengan Bank Century. Artinya skenario langkah penyelamatan Bank Century yang akhirnya menjadi skandal dugaan mega korupsi itu diketahui oleh Presiden SBY, dan bahkan Presiden SBY sendiri memberikan arahan untuk penyelesaiannya.
Pengakuan Antasari ini tentunya bisa
menjadi pintu masuk bagi lembaga hukum untuk mengungkap kasus Bank
Century. Semua yang ikut dalam rapat tersebut harus diperiksa dan
dimintai keterangannya. Kalau para peserta rapat mencoba menutup-nutupi
berarti melakukan cover up.
Apabila fakta seperti ini terjadi di
Amerika Serikat (AS), maka pihak Kejaksaan AS sudah pasti akan menunjuk
Jaksa Independen yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa siapa pun dan
memintai keterangan semua pihak yang dianggap mengetahui kejadian
tersebut.
Bahkan pihak DPR AS pasti langsung
bergerak untuk melakukan dengar pendapat. Semua orang yang diundang akan
dimintai keterangan di bawah sumpah. Persis seperti ketika kasus Bank
Century diselidiki oleh Panitia Khusus DPR.
Semua tentunya kembali kepada pihak DPR
RI dan juga lembaga penegak hukum. Seberapa jauh mereka ingin mencari
kebenaran dan menegakkan keadilan. Kasus skandal dugaan mega
korupsi Bank Century ini merupakan persekongkolan kejahatan yang luar
biasa apabila sampai dibahas secara khusus di dalam Istana, namun
sengaja tidak pernah diungkapkan kepada publik.
Keterangan Antasari tersebut di atas
tidak bisa dianggap angin lalu, karena dalam hal ini ia adalah saksi
pelaku. Ia merupakan salah seorang yang ikut rapat dan sangat mengetahui
materi apa saja yang sedang dibahas. Ini merupakan kasus yang
benar-benar menarik untuk diikuti.
SBY Berbohong!!
Pernyataan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengatakan bahwa dirinya
tidak pernah dimintai arahan dan keputusan terkait kebijakan pemberian
dana talangan (bailout) kepada Bank Century senilai Rp6,7 triliun,
adalah nyata-nyata sebuah kebohongan besar. Padahal, Sri Mulyani (Ketua
Komite Stabilitas Sistem Keuangan/KSSK kala itu) telah memperingati SBY
sebanyak tiga kali.
Dengan pernyataan yang diutarakan pada 4
Maret 2010 silam, Presiden Yudhoyono seolah melempar tanggung jawab
kesalahannya kepada anak buahnya yang kini menjabat Direktur Pelaksana
Bank Dunia itu.
Berdasarkan dokumen berupa tiga surat
yang dilayangkan Sri Mulyani Indrawati saat masih menjabat Ketua KSSK,
mantan Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Bersatu II itu sudah memperingatkan Presiden Yudhoyono yang menyebutkan bahwa kebijakan bailout Bank Century itu menyalahi aturan.
Anehnya, dalam pidato tanggal 4 Maret
2010, atau sehari sesudah pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna
DPR RI tentang kasus bailout Bank Century, Presiden SBY menyatakan bahwa
dirinya tengah di luar negeri untuk menghadiri KTT G20 di Amerika
Serikat. “Sekali lagi, disaat
pengambilan keputusan itu, saya sedang berada di luar negeri. Saya
memang tidak dimintai keputusan dan arahan. Saya juga tidak memberikan
instruksi atas pengambilan kebijakan tentang ihwal itu, antara lain
karena pengambilan keputusan KSSK berdasarkan Perpu No 4/2008 memang
tidak memerlukan keterlibatan presiden,” tandas SBY, kala itu.
Berawal dari surat Bank Indonesia kepada
Menteri Keuangan selaku ketua KSSK Sri Mulyani, yang diparaf oleh
Gubernur BI (kala itu) Boediono tertanggal 20 November 2008, menyatakan
perkembangan terakhir dari Bank Century bahwa CAR-nya minus 3,53 persen
(-3,53%). Dengan begitu bank tersebut tak layak menerima dana talangan,
dan Bank Century dinyatakan sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Mendapat penjelasan dari BI, selanjutnya
Sri Mulyani mengirim surat kepada Presiden SBY tanggal 25 November 2008
dengan nomor surat S-01/KSSK/.01/2008. Surat tersebut merupakan surat
peringatan pertama kepada SBY.
Surat yang ditembuskan kepada Menteri
Sekretaris Negara, Menteri Negara BUMN, Sekjen Departemen Keuangan dan
Sekretaris KSSK itu kembali meneguhkan bahwa Bank Century adalah bank
gagal dan ditengarai berdampak sistemik oleh BI dan selanjutnya
ditangani oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai ketentuan UU 24
Tahun 2008 tentang LPS.
Dalam surat peringatan pertama itu, juga
dilampirkan notulen rapat KSSK tanggal 21 November 2008, notulensi
rapat tertutup KSSK pada tanggal yang sama yang dihadiri oleh Boediono
dan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan. Juga dilampirkan keputusan KSSK
No 04/KSSK.03/2008 tentang penetapan PT Bank Century sebagai bank gagal
yang berdampak sistemik serta keputusan penyerahan Bank Century ke LPS.
Surat peringatan kedua dari Sri Mulyani
kepada SBY dikirim tanggal 4 Februari 2009 dengan nomor surat
SR-02/KSSK.01/II/2009. Bahkan dalam surat peringatan kedua ini yang
ditembuskan kepada Menteri Sekretaris Negara, Ketua Dewan Komisioner LPS
dan Sekretaris KSSK, Sri Mulyani mencantumkan CAR (Rasio Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum) Bank Century (Negatif 3,53%) secara jelas.
Dan juga, tak biasanya, surat resmi itu
menggunakan kalimat pembuka yang tak biasa sebagaimana surat resmi yang
ada dan tetap merujuk pada surat pertama. “Sebagaimana Bapak Presiden maklum, dalam surat tersebut (S-01/KSSK.01/2008), KSSK melaporkan….” demikian isi kalimat pembuka dalam surat tersebut. Redaksional kalimat pembuka surat Menkeu Sri Mulyani itu mengindikasikan bahwa Presiden
SBY mengetahui dan mengikuti langkah demi langkah dari sejak awal dalam
proses pengambilan keputusan terkait skenario penyelamatan Bank Century yang berakhir menjadi skandal dugaan mega korupsi.
Lantaran tak ada tanggapan dari Presiden
SBY, Sri Mulyani kembali mengirim surat kepada SBY setelah SBY terpilih
menjadi presiden bersama Boediono, tepatnya tanggal 29 Agustus 2009.
Nomor surat itu adalah SR-36/MK.01/2009.
Dalam surat ketiga itu, Sri Mulyani
selaku Menteri Keuangan kembali merujuk kepada surat pertama dan kedua
dengan kalimat pembuka yang tak lazim yang juga ditembuskan kepada
Menteri Sekretaris Negara, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan
Komisioner LPS dan Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan. [Dok]
Pengakuan mengejutkan yang
diungkapkan dari balik jeruji penjara oleh mantan Ketua KPK Antasari
Azhar ini sudah seharusnya ditindak-lanjuti oleh KPK, DPR dan semua
pihak yang berwenang menyelidiki kasus skandal mega korupsi Bank
Century. Pengakuan Antasari tersebut harus menjadi pintu masuk baru
untuk mengungkap kasus ini.
Apabila keterangan Antasari dan
kronologis surat Menkeu Sri Mulyani tersebut terbukti benar adanya, maka
hal itu secara otomoatis menjadi bukti bahwa Presiden SBY telah
melakukan kebohongan publik terkait keterlibatannya dalam mega skandal
maling uang rakyat dalam kasus Bank Century. Berdasarkan bukti-bukti itu
(kalau ternyata benar), maka tanpa menunggu selesainya proses hukum
Bank Century, DPR sebetulnya sudah bisa mengambil langkah politik berupa
‘Hak Interpelasi’, ‘Hak Angket’, dan ‘Hak Menyatakan Pendapat’ yang
lazimnya berujung pada sidang paripurna DPR/MPR untuk tindakan
pemakzulan presiden.