Jumat, 07 Desember 2018

Erick Thohir SOS...SOS Politik

Erick Thohir SOS...SOS
Politik

Ada kabar baru, stagnasi suara pemilih Jokowi mulai bergerak. Sayangnya, bukan naik, tapi justru turun. Saya tak peduli bagaimana kondisi Prabowo. Kalah sudah biasa baginya. Mungkin sudah jadi semacam tradisi.

Tetapi untuk Jokowi, ini jadi pertaruhan serius. Bagi orang-orang yang melihat perkembangan baik di era Jokowi, ini akan jadi kabar duka. Dari hasil pengamatan selama ini, Tim Kampanye Nasional Jokowi-Amin itu mandul.
Hasil yang tidak memuaskan itu memang akumulasi banyak hal. Namun jelas ada masalah di sana. Sebelum menjadi semakin parah, kerusakan itu harus secepatnya diperbaiki.
Tentunya, puncak kegusaran bertumpu pada nama besar Erick Thohir dan timnya. Apa yang sudah dikerjakan orang ini? Atau kita bikin sederhana saja, konsep apa yang menjadi acuan kerja mereka? Sejauh ini saya tak melihat adanya rel yang kokoh. Semuanya abstrak dan asal ngalir.
Pada titik ini, sebenarnya Jokowi benar-benar ditinggal sendiri.
Orang-orang partai itu lebih mirip benalu. Mereka menempel Jokowi, tapi tak ada timbal-balik. Barangkali ada setumpuk rencana, ribuan meeting. Namun tanpa hasil.
Pemilih loyal Jokowi hari ini adalah hasil jerih-payah Jokowi sendiri. Sisa-sia dari pancaran pamornya, yang sayangnya telah sampai puncaknya. Dengan ungkapan klise, mulai meredup. Jika boleh menyebut, mungkin ada kelompok-kelompok kecil yang tulus bekerja. Tapi mereka seperti berada di luar sistem.
Makin tergerusnya suara Jokowi mengindikasikan, mesin politiknya tak bekerja dengan baik. Sekadar mempertahankan yang ada saja tak bisa. Padahal Pilpres masih cukup lama. Jika trend ini terus terjadi, lampu merah untuk Jokowi.
Di medsos Jokowi sudah kalah. Seleb medsos pendukung Jokowi mungkin banyak, tapi hasil akhirnya tak seriuh sebelah. Tidak ada ledakan berkesinambungan. Satu energi yang konstan. Kini, trend di dunia nyata juga mengalami penurunan. Padahal sebagai incumbent, Jokowi punya hampir segalanya.
Lalu apa saja yang sudah mereka kerjakan?

Nyatanya, kelengkapan persenjataan politik itu tidak menambah efek apa-apa. Bertahan pada titik aman saja tak. Sementara saya melihat relawan masih mabuk kemenangan. Beberapa tampak bekerja. Yang lain entah menunggu apa. Sepertinya masih saling curi pandang dengan Erick Thohir. Dugaan saya, logistik belum turun.
Pilpres 2019 memang memunculkan gairah berbeda. Dulu 2014, orang-orang berjuang pro bono demi memenangkan lelaki cungkring dari Solo itu. Sekarang dalam pengamatan saya, banyak yang masuk angin. Ingin tampil paling depan, tapi tak jelas jasanya.
Pamrih ini membuat gerak mereka kurang lincah. Saling lihat dan tunggu. Kecintaan seperti dulu terhadap Jokowi, agaknya mulai luntur. Banyak yang sekadar menempel-jilat pada kue manis kekuasaan. Cita-cita demi Indonesia yang lebih baik, mulai kurang gaungnya.
Ini memang baru lampu kuning, tapi krusial sifatnya. Sebaiknya TKN itu perlu dievaluasi lagi. Mereka yang tak bisa bekerja, diberi tugas ringan saja, misalnya sibuk jual retorika di media massa. Urusan permesinan politik, serahkan pada ahlinya. TKN harus dibentuk menjadi sebuah organ solid. Orang-orang yang jelas fungsi dan kerjanya.
Kubu Jokowi-Amin agaknya masih dalam sikap nyaman dan tenang. Mereka sibuk membayangkan, nanti dapat posisi apa?
Padahal kekacauan sedang direncanakan di sebelah. Seolah memang tanpa bentuk dan ngawur. Tapi mereka terus bekerja. Mereka sebenarnya menunggu momentum untuk membuat kerusakan. Mungkin berawal dari satu kesalahan kecil. Soal kesabaran, kekalahan telah menempa mereka demikian.
Timses Prabowo memang lebih gemuk dan tampak asal pasang. Tetapi, militansi mereka jangan dipertanyakan lagi. Ingat bagaimana PKS mendoktrin jamaahnya. Belum lagi dendam kesumat Gerindra dan klan Muhamadiyahnya Amien. Bohir politik yang kecewa dengan sepak-terjang Jokowi, pastinya tak diam begitu saja.
Gerakan sekecil apapun harus diwaspadai. Terutama kesalahan dari organ sendiri. Tidak ada kelas remedial dalam kasus ini. Seperti sepenggal puisi getir Chairil, "Sekali berarti / sudah itu mati."
Ini sinyal darurat untuk Erick Thohir. Ada tanda-tanda pergeseran posisi serang di lautan. Sementara biduk yang dikendalikannya mengalami kebocoran. Sebagai nakhoda, dia harus cermat menyeleksi kelasinya, membaca arah angin dan menghitung kecukupan logistik. Tukang ngorok, doyan makan, pemalas, mestinya cepat dibuang.
Kita sedang berperang, Tuan, bukan melancong dengan kapal pesiar. Erick Thohir, Erick Thohir, S.O.S!!!

Kajitow Elkayeni

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More