Pada kesempatan ini,
Pengertian Pakar akan membahas mengenai Yayasan secara lengkap di bawah ini.
Pengertian Yayasan
adalah suatu badan hukum yang terdiri atas kekaayaan yang dipisahkan
dalam mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, kemaanusiaan dan
keagamaan, yang anggota tidak dimiliki.
Persyaratan Mendirikan Yayasan
yaitu pendirian yayasan harus dengan akta notaris yang selanjutnya
dilakukan permohonan pengesahan kepada Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia (Kemenkumham), serta diumumkan di dalam berita negara republik
Indonesia (BNRI). Permohonan pengesahan badan hukum yayasan dilakukan
dengan bantuan dari notaris yang berwenang melalui sistem administrasi
badan hukum yang dilakukan secara online.
Dalam UU Yayasan, menentukan bahwa
organ yayasan terdiri atas pembina, pengurus dan pengawasnya. Hal ini
jelas ditegaskan pada Pasal 2 UU Yayasan yang menyebutkan bahwa organ yayasan terdiri atas pembina, pengurus dan pengawasannya.
1. PEMBINA YAYASAN
Organ
pembina yayasan diciptakan sebagai pengganti dari pendiri. Hal ini
disebabkan di dalam kenyataannya nanti, pendiri yayasan pada suatu saat
tidak ada sama sekali, yang diakibatkan karena pendiri meninggal dunia
atau mengundurkan diri. Keadaan ketika tidak ada seorang pun pendiri
atau pendiri hanya tinggal 1 (satu) orang, memberikan kesempatan kepada
pendiri yang masih ada untuk memanipulasi yayasan untuk kepentingan diri
sendiri. Hal yang sama dapat juga dilakukan oleh pengurus di dalam hal
ketidakadaan pendiri. Organ pembina bertujuan untuk menghindarkan hal
hal yang mengakibatkan yayasan beralih dari tujuannya.
Dalam hal karena sebab apa pun yayasan
tidak lagi memiliki pembina, paling lambat 30 hari setelah keadaan itu
terjadi, harus diadakan rapat gabungan anggota pengurus dan anggota
pengawas untuk mengangkat pembina yang akan mengisi kekosongan yang
terjadi.
Anggota pembina diangkat oleh
orang-perseorangan yang merupakan pendiri yayasan dan atau mereka yang
berdasarkan rapat anggota pembina dinilai memiliki dedikasi yang tinggi
di dalam mencapai maksud dan tujuan yayasan. Pembina memiliki semua
kewenangan yang tidak diserahkan baik itu kepada pengurus maupun
pengawas oleh UU maupun anggaran dasar. Ketentuan ini sangat mirip
dengan kewenangan rapat umum pemegang saham dari suatu perseroan
terbatas dan juga ketentuan bahwa anggaran dasar berlaku sebagai UU bagi
PT yang bersangkutan.
2. PENGURUS YAYASAN
Pengurus yayasan adalah organ yayasan
yang melaksanakan kepengurusan yayasan. Pengurus yayasan tidak
diperkenankan untuk merangkap jabatan sebagai pembina dan pengawas
sekaligus. Larangan perangkapan jabatan ini dimaksudkan agar menghindari
kemungkinan tumpang tindih kewenangan, tugas dan tanggung jawab antara
pembina, pengurus dan pengawas yang dapat merugikan kepentingan yayasan
atau pihak yang lain.
Pengurus yayasan diangkat oleh pembina
dengan berdasarkan pada keputuasan rapat pembina untuk jangka waktu
selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 kali masa jabatan.
Pengangkatan, penggantian dan pemberhentian pengurus harus dilakukan
sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam anggaran dasar yayasan.
Pengurus dapat diganti setiap saat sebelum masa jabatannya berakhir,
jika dinilai oleh pembina ia melakukan tindakan yang merugikan yayasan.
Penggantian pengurus harus diberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM
(Hak Asasi Manusia) paling lambat 30 hari setelah dilakukannya
penggantian pengurus.
Pengurus yayasan dapat mewakili
yayasan, baik di dalam maupun diluar pengadilan. Pengurus yayasan ini
menerima pengangkatannya berdasarkan kepercayaan. UU Yayasan membedakan
antara pengurus dan pelaksana kegiatan yayasan. Jika pengurus tidak
menerima gaji, upah atau honorarium, terbuka kemungkinan pembayaran
gaji, upah, atau honorarium bagi pelaksana kegiatan yayasan.
UU yayasan juga membuka kemungkinan
pengurus bertanggung jawab tidak terbatas atas kerugian yang diderita
oleh yayasan. Jika kepailitan terjadi yang diakibatkan kesalahan dari
pengurus, pengurus dapat bertanggung jawab secara langsung renteng,
kecuali pengurus dapat membuktikan bahwa kepailitan yang terjadi bukan
karena kesalahan atau kelalaiannya. Pengurus yang dinyatakan bersalah
oleh pengadilan di dalam mengurus suatu yayasan, selama 5 tahun sejak
tanggal putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka tidak dapat
menjadi pengurus yayasan mana pun.
3. PENGAWAS YAYASAN
Pengawas
yayasan adalah organ dari masing masing yayasa. UU Yayasan mengatur
adanya suatu badan pengawas atau pengawas di dalam suatu yayasan, yang
bersifat internal yayasan itu sendiri. Pengawas mengawasi serta memberi
nasihat kepada pengurus. Pengawas tidak boleh merangkap sebagai pembina
atau pengurus sekaligus.
Pengawas yayasan diangkat dan
sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat pembina,
sesuai dengan ketentuan di dalam anggaran dasar. Pengawas dapat
memberhentikan pengurus untuk sementara, dengan mengemukakan
alasan-alasan atas pemberhentian dan melaporkan di dalam jangka waktu
yang ditetapkan kepada pembina. Pembina akan menentukan apakah pengurus
diberhentikan secara tetap atau justru pemberhentian dibatalkan.
Pengawas yayasan dianggkat oleh
pembina yayasan untuk jangka waktu selama 5 tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 kali masa jabatan. Pembina yayasan wajib memberitahukan
secara tertulis perihal penggantian ini kepada Menteri Hukum dan HAM
(Hak Asasi Manusia) dan kepada instansi terkait. Penggantian ini harus
sesuai dengan ketentuan di dalam anggaran dasar atau pengadilan dapat
membatalkannya atas permintaan dari yang berkepentingan dan kejaksaan di
dalam hal mewakili kepentingan umum.
Pengawas di dalam melakukan tugasnya
haruslah berdasarkan prinsip “duty of skill and care”, yaitu harus
berdasarkan kecakapan dan kehati-hatian yang seharusnya dimiliki oleh
seorang pengawas. Oleh karena itu, jika kepailitan terjadi karena
kesalahan dan atau kelalaian, seperti juga pada pengurus, setiap anggota
pengawas secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian
tersebut, kecuali anggota yang dapat membuktikan bahwa kepailitan itu
bukan karena kesalahan atau kelalaian anggota tersebut.
Anggota pengawas yang dinyatakan
bersaah berdasarkan putusan pengadilan, di dalam jangka waktu paling
lama 5 tahun sejak putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap,
tidak dapat diangkat menjadi pengawas yayasan mana pun.
4. PERMODALAN YAYASAN
Dalam
ketentuan Pasal 26 UU Yayasan diatur mengenai kekayaan Yayasan.
Kekayaan yayasan dapat berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan di
dalam bentuk uang atau barang. Selain kekayaan tersebut, kekayaan
yayasan dapat diperoleh juga dari sumbangan atau bantuan yang tidak
mengikat, wakaf, hibah wasiat dan perolehan lainnya yang tidak
bertentangan dengan anggaran dasar yayasan dan atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Yang
dimaksud dengan “sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat” adalah
sumbangan atau bantuan sukarela yang diterima yayasan, baik itu dari
negara, masyarakat, maupun dari pihak lain yang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wakaf di sini berarti
wakaf dari orang atau dari badan hukum. Kekayaan yayasan yang berasal
dari wakaf tidak termasuk harta pailit. Mengenai besarnya hibah wasiat
yang diserahkan kepada yayasan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
hukum waris. Adapun, yang dimaksud dengan “perolehan lain”, contohnya
deviden, bunga tabungan bank, sewa gedung, atau perolehan dari hasil
badan usaha yang didirikan oleh yayasan atau hasil penyertaan yayasan
pada suatu badan usaha.
Negara juga dapat memberikan bantuan
kepada yayasan, sesuai dengan ketentuan pada Pasal 27 UU Yayasan.
Bantuan negara untuk yayasan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
terdapat di dalam Pasal 34 UUD 1945.
Namun, menurut Pasal 6 Peraturan
Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 (PP Yayasan), ditetapkan kekayaan awal
dari yayasan, sebagai berikut :
1. Jumlah kekayaan awal yayasan yang
didirikan oleh orang Indonesia, berasal dari pemisahan harta kekayaan
pribadi pendiri, paling sedikit senilai Rp 10.000.000.
2. Jumlah
kekayaan awal yayasan yang didirikan oleh orang asing atau orang asing
bersama orang Indonesia, yang berasal dari pemisah harta kekayaan
pribadi pendiri, paling sedikit senilai Rp 100.000.000.
5. PERPAJAKAN YAYASAN
Pengaturan
perpajakan pada yayasan berbeda dengan pengaturan pajak pada badan
usaha lainnya. Yayasan memperoleh pendapatan dari berbagai sumber,
sumber utama pendapatan dari yayasan berasal dari sumbangan para
anggota. Pendapatan lain yang didapat dari yayasan berasal dari usaha
yayasan itu sendiri. Pendapatan jenis ini merupakan yang paling luas
definisi maupun keberagamannya. Jika yayasan bergerak di bidang
kesehatan, pendapatan jenis ini bisa berupa pendapatan dari jasa
kesehatan maupun pendapatan lainnya, seperti penyewaan ruang di dalam
rumah sakit untuk kantin dan parkir. Bentuk pendapatan lain yayasan
adalah hasil investasi. Jika yayasan menginvestasikan asetnya di dalam
bentuk deposito, giro, sertifikat Bank Indonesia, reksa dana, properti,
atau instrumen investasi lain yang sejenis yang merupakan instrumen
investasi modal maka hasil dari investasi ini dapat dianggap sebagai
penghasilan dari yayasan.
Dari semua pendapatan yayasan, tidak
semua merupakan objek PPh. Petunjuk mengenai PPh bagi yayasan diatur di
dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-34/PJ.4/1995 tanggal 4 Juli
1995 Mengenai Perlakuan Pajak Penghasilan bagi Yayasan atau organisasi
sejenis (SE Dirjen Pajak No. SE-34/PJ.4/1995). Yang kemudian diperjelas
dengan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-39/PJ.4/1995 tanggal 19 Juli
1995 mengenai Penyuluhan Perlakuan Pajak Penghasilan bagi Yayasan atau
Organisasi Tertentu (SE Dirjen Pajak No. SE-39/PJ.4/1995). Kedua surat
edaran ini secara jelas menyebutkan bahwa yayasan merupakan objek PPh
25, tetapi yang merupakan objek pajak hanya penghasilan tertentu saja.
SE Dirjen Pajak No. SE-34/PJ.4/1995 mengatur bahwa yang bukan merupakan objek pajak yaitu sebagai berikut :
1.
Bantuan, sumbangan, harta hibahaan sepanjang tidak ada hubungannya
dengan pekerjaan, usaha, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak yang
memberi dengan pihak yang menerima. Jika bantuan, sumbangan dan harta
hibaan tersebut berupa harta yang dapat disusutkan atau diamortisasi,
harta tersebut harus dibukukan oleh pihak yang menerima sesuai dengan
nilai sisa buku pihak yang memberikan.
2. Deviden atau bagian laba
yang diterima atau diperoleh yayasan atau organisasi sejenis dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan
di Indonesia.
3. Bantuan atau sumbangan dari pemerintah.
Secara garis besar, yayasan harus
mampu memisahkan dari total pendapatannya satu tahun pajak, pendapatan
apa saja yang merupakan objek pajak dan apa yang bukan merupakan objek
pajak. Pengenaan pajak yayasan lebih terbatas, sehingga hanya dikenakan
pada hal-hal berikut ini.
a. PPh 21 dikenakan jika yayasan
melakukan kegiatan usaha tertentu, yang oleh penerima manfaat atas
kegiatan usaha yayasan akan dilakukan pemotongan PPh 21 sebesar nilai
yang disepakati oleh dan antara yayasan dengan penerima manfaat atas
kegiatan usaha yang diberikan tersebut.
b. PPh 25 Badan dikenakan berdasarkan pendapatan yang diterima oleh yayasan, yaitu :
– penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, pekerjaan, kegiatan atau jasa.
– bunga deposito, bunga obligasi, diskonto, SBI dan bunga lainnya.
– Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
– keuntungan dari pengalihan harta, termasuk keuntungan pengalihan harta yang semula berasal dari sumbangan, bantuan atau hibah.
– Pembagian keuntungan dari kerja sama usaha.
c.
PPh 29 badan di dalam hal ditemukan adanya pajak terhutang yang
nilainya lebih besar dari PPh 25 yang dikenakan pada perusahaan.
Sekian tulisan dari saya mengenai
pengertian yayasan, organ yayasan, syarat pendirian yayasan, sumber dana
yayasan dan perpajakan yayasan, semoga tulisan saya mengenai pengertian
yayasan, organ yayasan, syarat pendirian yayasan, sumber dana yayasan
dan perpajakan yayasan dapat bermanfaat.
Sumber : Buku Dalam Tulisan Mengenai Yayasan ini :
– Bonifasius Aji Kuswiratmo, 2016. Memulai Usaha Itu Gampang!: langkah-langkah hukum mendirikan badan usaha hingga mengelolanya. Penerbit VISIMEDIA : Jakarta.