Senin, 21 Mei 2018

DARI BENTURAN PEMIKIRAN KEPADA PERANG DAKWAH

DARI BENTURAN PEMIKIRAN KEPADA PERANG DAKWAH

Rekomendasi Menteri agama tentang 200 Dai, katanya guna menjawab permintaan banyak pihak adalah langkah lanjutah dari benturan pemikiran yang merupakan agenda global.

Rancangan konflik peradaban oleh politik  global dengan sponsor  Zionis-Yahudi (Rokhefeller) adalah dimulai dengan memecah belah pemikiran manusia. Diyakini bahwa pemikiran manusia itulah yang yang membuat seperti apa jadinya dunia ini (Einstain). Bagi Barat pemikiran adalah segalanya. Satre berkata "Saya berfikir maka saya ada" (cogito ergo sum). Sedangkan ajaran Islam, sesuai  sabda Rasulullah  menyebutkan bahwa pikiran dan semua anggota tubuh yang menggerakkan  adalah  alat dari  hati (qalb). Ketika hati baik atau bersih maka pikiran dan semua raga menjadi baik, optimis, sabar dan ihlas.

Sesuai dengan  faham (ideologi) Barat, karena itu, konflik global atau benturan peradaban dibangun mesti dimulai dari benturan pemikiran. Kalau sudah pemikiran berbenturan, maka akan mempercepat munculnya benturan fisik  (psical war).

Paska 11 September 2001 (pengeboman WTC,  New York),  benturan pemikiran dibangun dengan menebarkan agen-agen liberal kedunia muslim termasuk Indonesia. Sesungguhnya agen -agen itu kurang menyadari kalau mereka hanya diperalat sebagai boneka oleh user atau sponsor  politik global. Mereka diperlakukan seperti semut yang suka sekali yang manis-manis akhirnya lupa diri, lupa persaudaraan,lupa bela agama, yang dibela LIBERALISME karena sudah larut atau tenggelam kedalam kubang  manisan yang rasanya aduhai...hingga lengket dan sulit melepaskan diri. Itulah kecintaan pada dunia.

Gagasan benturan pemikiran dengan membangun polarisasi pemikiran kedalam dua kutub yaitu: MODERAT VS RADIKAL. Merupakan rancangan Bilderberg suatu Organisasi rahasia yang didirikan oleh Rockefeller (miliyader zionis Yahudi, yang menguasai 2/3 asset dunia). Anggota  Bilderberg terdiri dari mantan pemimpin/tokoh dunia, termasuk Bill Clinton, para miliyader dunia dll.

Terminologi lama dalam kajian akademis seperti tradisional, konservatif, fundamentalis yang populer tahun 1960-2000- an ditinggalkan dianggap tidak relevan dengan kebutuhan politik global.

Sesungguhnya ungkapan MODERAT itu hanyalah bungkus yang digunakan agar lebih menarik atau lebih obsesif. Agenda yang sesungguhnya adalah LIBERALISASI  agama,  kehidupah ummat Islam atau NKRI. Ingat bukan Pancasila tapi menebarkan faham liberalisme yang sudah ditolak oleh para Pendiri negara saat membahas dasar-dasar Indonesia dalam sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Dengan agenda-agenda liberal yaitu:  mempromosikan toleransi, pluralisme, membela minoritas (non muslim dan syiah), mendukung/mempromosikan LGBT, membolehkan show model Lady Gaga,  mendustakan kisah kaum Sodom,  atau melakukan sekularisasi dan liberalisasi politik dan kehidupan masyarakat.

 Miliyar dollar di digelontorkan dari user atau sponsor  untuk mendukung program ini, menggerakkan LSM, mengendalikan media masa dan berbagai kegiatan.

Mereka yang tidak sejalan dengan agenda agen-agen liberal dikelompokkan dengan sebutan RADIKAL. Ungkapan Radikal dipilih untuk menunjukkan kelompok yang kasar, suka kekerasan dan cenderung menebar kebencian dan  teror. Mereka sering dituduh (divonnis) intoleran. Implikasinya ke dunia politik.

Kenyataannya, mereka yang disebut RADIKAL adalah kelompok -kelompok ummat yang menyebarkan Islam Kaffah, menganjurkan beriman dan bertakwa, membangun ahlak yang mulia,  pro-aktif melakukan "amar ma'ruf nahi munkar", dengan dakwah memerangi  korupsi, mencegah perbuatan keji (a susila, pelacuran, LGBT, narkoba). Menganjurkan memilih pemimpin yang beriman dan berakhlak mulia.

Agen-agen liberal dengan dukungan media masa terus menghembuskan pemikiran tentang bahaya kelompok radikal. Untuk menjustifikasi tuduhan ini, maka dari jaringan global dengan memanfaatkan  kelemahan keamanan dan Undang-Undang berusaha terus menerus menebarkan bom-bom teroris yang menakutkan. Setiap bom teroris meledak media massa memberitakan bahwa pelakunya adalah kelompok RADIKAL. Aparat keamanan dan pejabat negara pun menjadi latah berteriak  tentang bahaya Kolompok  Radikal.Tidak ketinggalan para politisi, cendekiawan, dosen bahkan kaum awam pun menjadi latah tentang bahaya kelompok RADIKAL.

Kriteria kelompok radikal sangat subjektif yang dilawankan dengan agenda agen-agen liberal tersebut diatas. Bisa jadi seorang yang soleh taat pada syari'ah agama tidak mengerti politik jadi korban fitnah radikal. Dengan menggunakan metaforis Al-Qur'an sesungguhnya  mereka tega memakan daging saudaranya sendiri.

Jenuh dengan permainan  adu domba pemikiran MODERAT Vs RADIKAL, kaum agen-agen liberal merubah strategi terbuka kepada  senyap dengan membangun pendekatan pemikiran  Sufistik dan dakwah agar lebih merasuk liberalisasi itu kedalam benak ummat dan generasi mudanya.

Ada tiga strategi besar yang dilakukan yaitu :

KESATU : Masuk kedalam kekuasaan. Menjelang Pemilu 2014 langkah mereka nyata sekali. Mereka masuk jadi pengurus partai, mendompleng pada partai, jadi anggota legislatif, jadi menteri (kini Menteri agama). Tujuannya untuk menggolkan konsep dan operasional  LIBERALISASI agama, ummat dan NKRI. Dengan dukungan kekuasaan mereka lebih berani menggolkan program-program mereka.

KEDUA: Merubah strategi dari open liberal menjadi senyap dengan   membangun pemikir-pemikir Sufi liberal. Dengan penulis-penulis yang agresif, progresif dan produktif  antara lain  Haidar Bagir, Djalaluddin Rahmat, Suhairi Misrawi. Abd Moqsit -Ghazali, Gunawan Muhammad, Denny JA, Komaruddin Hidayat dll dengan dukungan Penerbit Mizan. Mereka di dukung oleh sebagian kampus-kampus Islam. Tujuannya untuk mempengaruhi pemikiran kelas menengah.

KETIGA  : Melangkah ke Dakwah dengan membangun Dai-Dai yang bermindset liberal untuk mendukung dan mensukseskan agenda-agenda liberal diatas.

STRATEGI ketiga inilah yang dilakukan oleh Menteri agama dengan merekomendasikan 200 Dai (Uztad dan Ulama), tapi banyak Uztad dan Ulama yang senior dan favorit ummat tidak masuk didalamnya. Ini langkah awal menuju sertifikasi Dai dan untuk mengatur materi dakwah sebagai langka senyap liberalisasi agama, ummat dan NKRI.

Menteri agama gagal faham bahwa ajaran Rasulullah menganjurkan setiap orang yang beriman hendaknya berdakwah walaupun dengan satu ayat. Inilah metode dakwah individual ini turun temurun dari masa kemasa hingga Islam menyebar keseluruh pelosok dunia.

Diera informasi dengan tebaran media sosial seperti Youtube, WA, FB, Twitter dll dakwah individu menjadi sangat ramai dan efektif. Sulit dikendalikan. Tapi dengan ummat yang makin cerdas dengan sendirinya mampu memahami dakwah-dakwah yang cerdas dan bermutu.

Namun demikian, perlu diantisipasi jangan sampai terjadi perang dakwah antara Para Dai yang pro PEMERINTAH dan Dai diluarnya. Bisa memecah belah ummat lebih dalam yang menghampiri konflik.

Sesungguhnya lebih baik (maslahat) mengarahkan seluruh potensi (energi)  untuk membangun ummat dan bangsa, meningkatkan kesejahteraannya dari pada membuat benturan pemikiran, yang sewaktu merusak persatuan dan menghampiri konflik seperti di Irak, Suriah, Yaman dll

Save agama (Islam), Ummat dan NKRI.

Wallahu 'alam bishshawwab

Asp Andy Syam,
Tertarik mengamati konflik global (peradaban).

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More