Selasa, 16 April 2019

HIMBAUAN PARA ASSATIDZ SALAFI UNTUK TIDAK GOLPUT SERTA FATWA DEWAN FATWA PERHIMPUNAN AL-IRSYAD TENTANG BOLEHNYA MENGGUNAKAN HAK PILIH DALAM PEMILU DAN SINYAL KEPADA PRABOWO-SANDI

HIMBAUAN PARA ASSATIDZ SALAFI UNTUK TIDAK GOLPUT SERTA FATWA DEWAN FATWA PERHIMPUNAN AL-IRSYAD TENTANG BOLEHNYA MENGGUNAKAN HAK PILIH DALAM PEMILU DAN SINYAL KEPADA PRABOWO-SANDI
————————————

●Dr. Firanda Andirja, Lc, MA
●Nizar Sa’ad Jabal, Lc, M.PdI
●Dr. Syafiq Riza Basalamah, Lc, MA
●Dr. Sofyan bin Fuad Baswedan, Lc, MA
●Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc, MA
●Dr. Khalid Basalamah, Lc, MA
●Dr. Muhammad Nur Ihsan, Lc, MA
●Dr. Roy Grafika Penataran, Lc, MA
●Dr. Erwandi Tarmizi, Lc, MA
●Dr. Musyaffa’, Lc, MA
●Nafi’ Zainuddin BSAW, Lc, M.HI
●Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
________
Pernyataan
Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
                                                   حفظه الله تعالى

1) Para ulama yang menyuruh nyoblos sangat banyak dan lebih senior:
●Syaikh Bin Baz,
●Syaikh Albani,
●Syaikh Utsaimin, al-lajnah Ad-daaimah,
●Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad,
●Syaikh Sholeh al-luhaidan,
●Mufti arab saudi Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh,
●Syaikh Nasir Asy-Syatsri,
●Syaikh Ali Hasan,
●Syaikh Masyhur Hasan,
●Syaikh Musa Nashr,
●Syaikh Ibrahim ar-Ruhaili,
●Syaikh Abdul Malik romadoni al-Jazaairi, dan masih banyak yang lainnya

Maka mengikuti ulama senior para orang tua yang tinggi ilmu dan ketakwaan mereka lebih utama daripada mengikuti pendapat para ustadz seperti kami

2) Jika ada yang berkata : para ulama tidak tahu kondisi Indonesia,
kita katakan :

– ini adalah tuduhan yang tidak beralasan dan terlalu dipaksa-paksakan. Karena masalah pemilu dan demokrasi adalah permaslahan yang umum menimpa banyak negeri kaum muslimin, seperti Yaman, Kuwait, Iraq, al-Jazaair dll

– sebagian ulama tersebut sering ke Indonesia, seperti Syaikh Ali Hasan yang sudah 17 kali ke Indonesia, Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili dan Syaikh Abdurrozzaq yang sudah berulang-ulang ke Indonesia

– diantara para ulama tersebut adalah syaikh Abdul Malik Romadoni al-Jazaairi yang telah menulis buku khusus tentang politik (madaarikun nadzor) beliaupun menyuruh untuk memilih.

3) Jika ada yang berkata : para ulama juga bisa salah berfatwa. Maka kita katakan hal ini memang benar, namun jika para ulama saja bisa salah apalagi para ustadz yang berseberangan tentu bisa lebih salah lagi.

4) Kaidah yang dipakai oleh para ulama adalah irtikaab akhoffu Ad-dororoin yaitu menempuh kemudorotan yang lebih ringan dalam rangka menjauhi kemudorotan yang lebih besar.

Dalil akan kaidah ini sangatlah banyak, diantaranya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lebih memilih membiarkan orang arab Badui kencing di mesjid Nabawi dan melarang para sahabat yang hendak mencegah orang arab Badui tersebut karena pilihan para sahabat akan lebih fatal akibatnya. Hal ini bukanlah berarti nabi mendukung adanya kencing di mesjid !!

Kaidah ini berbeda dengan kaidah dorurot tubihul mahdzuroot (analogi boleh makan babi kalau tidak maka akan meninggal). 
Nabi tatkala memilih membiarkan arab Badui tersebut kencing bukan sedang dalam keadaan darurot dari sisi bahaya, akan tetapi dari sisi dua kemudorotan yang tidak bisa dihindari maka beliau memilih mudorot yang kecil.

5) Pernyataan bahwa menyoblos berarti mendukung demokrasi, adalah pernyataan yang tidak benar. Karena kaidah menempuh kemudorotan yang lebih ringan bukan berarti mendukung kemudorotan !!
Ini merupakan perkara yang sangat jelas bagi yang paham akan kaidah tersebut. Sebagaimana tadi Nabi membiarkan Arab Badui kencing di mesjid maka bukan berarti Nabi mendukung adanya kencing di mesjid.

Pernyataan inilah yang sering disalah gunakan oleh sebagian saudara kita untuk mengkafirkan orang-orang yang nyoblos karena persepsi mereka bahwa, memilih melazimkan mendukung kesyirikan demokrasi.

6) Pernyataan :
“Golput lebih selamat” malah perlu direnungkan kembali :
– seorang yang golput pun tidak akan terhindarkan dari kemudorotan yang akan muncul dikemudian hari. Siapapun presidennya pasti undang-undang yang diputuskannya akan berpengaruh bagi rakyat Indonesia. Golput hanya bisa terhindar dari dampak demokrasi Indonesia jika golput pindah ke luar negri, ke arab saudi misalnya.

– pernyataan bahwa yang nyoblos akan ditanya pada hari kiamat, sementara yang tidak nyoblos tidak ditanya, maka kita katakan :
Seorang golput jika ternyata karena golput nya maka naiklah pemimpin yang membawa kemudorotan bagi Islam dan kaum muslimin, maka iapun akan dimintai pertanggung jawaban pada hari kiamat.

– pernyataan :
kalau nyoblos maka bertanggung jawab atas hukum-hukum yang kemudian hari dikeluarkan oleh pilihannya.
Jawabannya :
Ini tidaklah lazim,
kembali kepada kaidah memilih kemudorotan yang lebih ringan bukan berarti mendukung kemudorotan, sebagaimana analogi Nabi membiarkan arab Badui kencing di mesjid bukan berarti membolehkan apalagi mendukung kencing di mesjid.

7) Kalau ada yang mengatakan, bahwa yang nyoblos manhaj nya perlu dipertanyakan, maka kenyataannya mereka yang nyoblos telah mengikuti fatwa para ulama, bahkan banyak dan mayoritas para ulama. Kalau bukan fatwa para ulama yang diikuti lantas siapa lagi?

8) Syaikh Ali Hasan pernah berfatwa untuk tidak menyoblos tatkala ada pemilu di Iraq, sehingga ahlus sunnah pada tidak memilih, akibatnya syiah yang naik dan berkuasa. Maka setelah itu beliau merubah fatwa beliau mengikuti yang lebih tua yaitu fatwa Syaikh Albani guru beliau, Syaikh Bin Baz, dan Syaikh Utsaimin. Beliau sadar bahwa fatwa orang tua (Syaikh Albani) lebih tajam daripada fatwa Beliau.

9) Ingatlah bisa jadi Kristenisasi, syiahnisasi, liberal semakin berkembang tanpa harus angkat senjata, namun hanya dengan perundang-undangan. Jika sebagian ustadz tidak bisa mengisi pengajian di sebuah mesjid hanya karena DKM nya simpatisan syiah maka bagimana lagi jika syiah beneran. Apalagi dalam skala yang lebih luas.

10) Tidak diragukan bahwa pemilu merupakan fitnah yang menimbulkan pro kontra, maka hendaknya baik yang nyoblos maupun yang golput agar kembali rukun, tidak perlu saling menjatuhkan, semuanya hanya tinggal menunggu taqdir Allah. Masing-masing telah menunjukan sudut pandangnya, masing-masing telah berdoa dan berijtihad, dan masing-masing berniat baik untuk Islam dan negeri ini.

Semoga Allah memberikan yang lebih baik bagi kaum muslimin Indonesia.

✍ Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
                                                  حفظه الله تعالى

https://firanda.com/1169-renungan-bagi-saudaraku-golput.html

==================

Fatwa Ulama-Ulama Besar Dunia: Memberikan Suara dalam Pemilu

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Sumber:
http://muslim.or.id/manhaj/fatwa-ulama-memberikan-suara-dalam-pemilu.html

Beberapa fatwa ulama besar di abad ke-20 yang membolehkan memberikan suara atau coblos dalam Pemilu dengan menimbang-nimbang maslahat dan mudhorot.

[1] Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani –rahimahullah-, pakar hadits abad ini

bila rakyat muslim melihat adanya calon-calon anggota parlemen yang jelas-jelas memusuhi Islam, sedang di situ terdapat calon-calon beragama Islam dari berbagai partai Islam, maka dalam kondisi semacam ini, aku sarankan kepada setiap muslim agar memilih calon-calon dari partai Islam saja dan calon-calon yang lebih mendekati manhaj ilmu yang benar, seperti yang diuraikan di atas.

Langkah tersebut hanyalah untuk memperkecil kerusakan atau untuk menghindarkan kerusakan yang lebih besar dengan memilih kerusakan yang lebih ringan. Kaedah inilah yang biasa diterapkan oleh para pakar fiqh.

[Disalin dari Madarikun Nazhar Fis Siyasah, Syaikh Abdul Malik Ramadlan Al-Jazziri, edisi Indonesia “Bolehkah Berpolitik?”, hal 45-46]

[2] Syaikh ‘Abdurrahman Al Barrok –hafizhohullah-, ulama senior di kota Riyadh Saudi Arabia dan terkenal keilmuannya dalam masalah akidah

Asalnya (yang benar), ulil amri (kepala negara) berijtihad untuk memilih orang yang capable (memiliki kemampuan) dan sholeh untuk mengurusi rakyat yang berada di bawah kekuasaannya. Ulil amri di sini meminta nasehat kepada orang-orang yang ahli di bidangnya dan menghendaki kebaikan bersama. Akan tetapi, jika rakyat diminta untuk menyumbangkan suara dalam pemilihan, maka hendaklah para penuntut ilmu (yang perhatian pada agamanya), juga orang-orang yang baik-baik ikut serta dalam memilih caleg yang baik dari sisi agama dan dunia. Hal ini dilakukan agar orang-orang bodoh, orang yang gemar bermaksiat (fasiq), dan orang yang sekedar mengikuti hawa nafsu tidak menang dengan memilih pemimpin yang sesuai dengan hawanya (keinginannya) dan orang yang sejenis dengan mereka. Jika orang-orang baik turut serta memilih, maka ini akan memperbanyak kebaikan, kejelekan pun berkurang sesuai dengan kemampuan yang ada. Sungguh Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (QS. At Taghaabun: 16). Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. Az Zalzalah: 7)

[http://www.shawati.com/vb/archive/index.php/t-12080.html]

[3] Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al Jibrin –rahimahullah-, salah satu ulama besar di Saudi Arabia

Jika dipandang dari pentingnya pemilu ini dan dampak yang muncul dengan bagusnya keadaan pemerintahan, serta bisa menentukan berbagai kebijaksanaan yang urgen dan manfaat bagi negera dan rakyat, maka kami menilai bahwa penting sekali untuk ikut serta dalam pemilu semacam ini, dan memilih calon yang terbaik dari sisi kemampuan, wawasan dan kapasitas sehingga dia dapat betul-betul mengabdi. Diharapkan pula bahwa yang terpilih nantinya adalah orang yang sholeh, dapat membuat inovasi baru dan membuat kebijakan-kebijakan yang menjadi sebab baiknya agama rakyat, serta memilih proyek-proyek yang sesuai dengan kondisi real. Demikian pula akan diangkat para pejabat yang sholeh dan reformis serta memiliki kapasitas dari kalangan orang-orang yang benar-benar beriman, mengharapkan kebaikan bagi penguasa dan rakyatnya. Oleh karena itu, jika yang mencalonkan diri adalah orang yang punya kemampuan, wawasan dan bagus agamanya sehingga dapat mengangkat bawahan dari kalangan orang-orang sholeh dan berpengetahuan, maka itulah yang terbaik untuk saat ini dan di masa yang akan datang. Wallahu a’lam.

[http://montada.echoroukonline.com/archive/index.php/t-16999.html]

[4] Syaikh ‘Ali bin Hasan Al Halabiy–hafizhohullah-, murid senior Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dan pakar hadits

Dalam masalah pemilu –sebagaimana yang telah lewat- harus kita tinjau lebih mendalam lagi dan jika ingin diputuskan, maka perlu dilihat hakikat sebenarnya sebagaimana yang pernah aku isyaratkan padanya. Di markaz Al Imam Al Albani pun telah keluar fatwa mengenai bolehnya ikut serta dalam pemilu jika terpenuhi syarat-syaratnya. Begitu juga ada fatwa dari Syaikh ‘Ubaid Al Jabiriy mengenai bolehnya hal ini. Jika aku menilai, perkara ini amatlah ruwet (rumit). Kita harus melihat maslahat dan mafsadat. Tidak boleh kita legalkan secara mutlak atau pun kita larang secara mutlak.

[http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=2467]

[5] Para Ulama di Al Lajnah Ad Da’imah lil Buhuts wal Ifta’ (Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi)

Ada beberapa fatwa Lajnah Da’imah mengenai pemilu. Berikut adalah salah satunya.

Fatwa no. 14676

Pertanyaan:
Dalam pemilu tersebut, terdapat partai yang memperjuangkan hukum Islam. Namun ada juga partai yang menolak hukum Islam. Apa hukum memilih partai yang anti hukum Islam padahal dia tetap shalat?

Jawab: Wajib bagi setiap muslim di berbagai negeri yang berhukum dengan selain hukum Islam, agar mereka mencurahkan usaha mereka semampunya untuk berhukum dengan syari’at Islam. Oleh karena itu, hendaklah mereka saling bahu membahu dan menolong partai yang diketahui akan menegakkan syari’at Islam. Adapun menolong partai yang menolak penerapan hukum Islam, hal ini tidak diperbolehkan, bahkan pelakunya menjadi kafir. Hal ini berdasarkan firman Allah (yang artinya),
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” (QS. Al Maa’idah: 49-50).
Oleh karena itu, ketika Allah telah menyatakan bahwa orang yang berhukum dengan selain hukum Islam adalah kafir, maka Allah memperingatkan agar kita tidak menolong mereka atau menjadikan mereka sebagai wali (penolong). Allah telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk bertakwa jika memang mereka beriman dengan sebenar-benarnya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.” (QS. Al Ma’idah: 57)

Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’

Anggota: ‘Abdullah bin Ghodyan

Wakil Ketua: ‘Abdur Rozaq ‘Afifi

Ketua: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz

[Maktabah Asy Syamilah]

[6] Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, ulama terkemuka di Mesir, murid dari Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i, dan terkenal dengan ilmu tafsir dan haditsnya

Syaikh Musthofa Al ‘Adawi hafizhohullah berkata, “Adapun memberikan suara dalam pemilu, maka ini kembali pada kaedah ‘memilih mudhorot (bahaya) yang lebih ringan’. Jika ada calon yang fasik dan ada calon yang sholeh, maka memberi suara ketika itu dalam rangka memilih bahaya yang lebih ringan (mengikuti pemilu termasuk mudhorot, tidak memilih calon yang sholeh termasuk mudhorot, maka ketika itu dipilihlah bahaya yang lebih ringan, pen). Jadi memberikan suara ketika itu dalam rangka memilih bahaya yang lebih ringan.” (Diambil dari video: http://www.youtube.com/watch?v=ce7JnGuyB_s)

[7] Syaikh Sholeh Al Munajjid, ulama Saudi Arabia dan di antaranya murid Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, juga menjadi pengelola website Al Islam Sual wal Jawab (Tanya Jawab Islam)

Dalam fatwa Al Islam Sual wal Jawab, Syaikh Sholeh Al Munajjid hafizhohullah berkata, “Masalah memberikan suara dalam Pemilu adalah masalah yang berbeda-beda tergantung dari waktu, tempat dan keadaan. Masalah ini tidak bisa dipukul rata untuk setiap keadaan.

Dalam beberapa keadaan tidak dibolehkan memberikan suara seperti ketika tidak ada pengaruh suara tersebut bagi kemaslahatan kaum muslimin atau ketika kaum muslimin memberi suara atau tidak, maka sama saja, begitu pula ketika hampir sama dalam perolehan suara yaitu sama-sama mendukung kesesatan. Begitu pula memberikan suara bisa jadi dibolehkan karena menimbang adanya maslahat atau mengecilkan adanya kerusakan seperti ketika calon yang dipilih kesemuanya non muslim, namun salah satunya lebih sedikit permusuhannya dengan kaumm muslimin. Atau karena suara kaum muslimin begitu berpengaruh dalam pemilihan, maka keadaan seperti itu tidaklah masalah dalam pemberian suara.

Ringkasnya, masalah ini adalah masalah ijtihadiyah yang dibangun di atas kaedah menimbang maslahat dan mafsadat. Sehingga masalah ini sebaiknya dikembalikan pada para ulama yang lebih berilmu dengan menimbang-menimbang kaedah tersebut.”
(Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 3062).

Demikian fatwa para ulama terkemuka yang bisa kami sajikan. Menyuruh untuk “Golput” pun menjadi suatu yang masalah saat ini, sehingga seharusnya ditimbang-timbang manakah yang maslahat.
   **

Nasihat:
Kalau ada pemimpin muslim dgn non muslim pilih yg muslim. Kalau sama sama muslim pilih yg kebijakannya utk kebaikan umat Islam, kalau sama kebijakannya pilih yg tawadhu, kalau sama2 tawadhu pilih yg mu'aqobah yg takut kpd Allah & hari akhir, kalau sama2 mu'aqobah pilih yg paling wara' diantaranya.

==================
👥 DEWAN FATWA
PERHIMPUNAN AL-IRSYAD

TENTANG BOLEHNYA MENGGUNAKAN HAK PILIH DALAM PEMILU

Ketua
Dr. Firanda Andirja, Lc, MA

Sekretaris
Nizar Sa’ad Jabal, Lc, M.PdI

Anggota – Anggota :
1. Dr. Syafiq Riza Basalamah, Lc, MA
2. Dr. Sofyan bin Fuad Baswedan, Lc, MA
3. Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc, MA
4. Dr. Khalid Basalamah, Lc, MA
5. Dr. Muhammad Nur Ihsan, Lc, MA
6. Dr. Roy Grafika Penataran, Lc, MA
7. Dr. Erwandi Tarmizi, Lc, MA
8. Dr. Musyaffa’, Lc, MA
9. Nafi’ Zainuddin BSAW, Lc, M.HI

┏🍃🌺━━━━━━━━━━﷽┓
                📜 FATWA
DEWAN FATWA PERHIMPUNAN AL-IRSYAD
          NO : 004/DFPA/VI/1439
TENTANG BOLEHNYA MENGGUNAKAN HAK PILIH DALAM PEMILU

Latar Belakang Masalah

Kepemimpinan adalah salah satu aspek yang dianggap sangat penting dalam Islam. Hal ini bisa dilihat dari begitu banyaknya ayat dan hadits Nabi ﷺ yang membahas tentang ini, dikarenakan sangat besar pengaruh pemimpin terhadap baik buruknya kehidupan suatu masyarakat.

Pemilu merupakan permasalahan besar yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat umum dan menyangkut hajat orang banyak, masalah ini juga bisa dikategorikan dalam masalah “ma ta’ummu bihil balwa” atau perkara yang menimpa masyarakat luas, bahkan di beberapa negara yang dulunya tidak ada pemilihan umum pun, sekarang mulai memberlakukan aturan itu, walaupun hanya di beberapa lini pemerintahannya.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa masalah pemilihan pemimpin merupakan masalah penting. Oleh karenanya Dewan Fatwa Perhimpunan Al Irsyad menganggap perlunya menjelaskan hukum menggunakan hak pilih (mencoblos) dalam pemilu, pemilihan legislatif, kepala daerah dan presiden.

Berikut ini adalah pandangan Dewan Fatwa terkait hal tersebut.

Adapun berpartisipasi dengan menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum, maka hal ini dianjurkan oleh banyak ulama Ahlus Sunnah, di antaranya; Syaikh Bin Baz, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Syaikh Muhammad Bin Sholih Al Utsaimin, Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad, Syaikh Shalih Al Fauzan, Syaikh Shalih Al Luhaidan, Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh Mufti Kerajaan Arab Saudi, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri, Syaikh Ibrahim Ar Ruhaily, Syaikh Abdul Malik Ramadhani Al Jazairi, Al Lajnah Ad Daimah, dan lain-lain.

Dalil yang dijadikan sebagai dasar dalam masalah ini adalah kaidah yang artinya “Menempuh kemudaratan yang lebih ringan dalam rangka menjauhi kemudaratan yang lebih besar”.

Baca selengkapnya :
https://dewanfatwa.perhimpunanalirsyad.org/fatwa-menggunakan-hak-pilih-dalam-pemilu/

وصلى اُلله وُسلم وُبارك عُلى نُبينا مُحمد, وُعلى آُله وُصحبه وُمن تُبعهم بُإحسان إُلى يُوم اُلدين، وُالحمدلُله رُب اُلعالمين

✒ Ditetapkan di: Jakarta

📆 Pada tanggal:
4 Jumadal Akhirah 1439H
20 Februari 2018 M

👥 DEWAN FATWA PERHIMPUNAN AL-IRSYAD

Ketua
Dr. Firanda Andirja, Lc, MA

Sekretaris
Nizar Sa’ad Jabal, Lc, M.PdI

Anggota – Anggota :
1. Dr. Syafiq Riza Basalamah, Lc, MA
2. Dr. Sofyan bin Fuad Baswedan, Lc, MA
3. Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc, MA
4. Dr. Khalid Basalamah, Lc, MA
5. Dr. Muhammad Nur Ihsan, Lc, MA
6. Dr. Roy Grafika Penataran, Lc, MA
7. Dr. Erwandi Tarmizi, Lc, MA
8. Dr. Musyaffa’, Lc, MA
9. Nafi’ Zainuddin BSAW, Lc, M.HI

dewanfatwa.perhimpunanalirsyad.org

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More