QUICK COUNT ITU ADALAH MATCH FIXING
(Oleh Rahmi Aries Nova, jurnalis olahraga)
Tujuh jam sebelum pencoblosan, sudah beredar kabar di kalangan wartawan, Jokowi akan menang dengan angka 58%. Besoknya TKN mengedarkan meme angka tersebut ke para pemimpin redaksi media massa
SELASA (16/4) tengah malam... mungkin sudah masuk dini hari, saya dan beberapa rekan senior wartawan masih berdiskusi di sebuah restoran cepat saji di bilangan Kebayoran Baru, Jaksel.
Bahasannya, tentang konpres paslon 02 di Jalan Kertanegara beberapa jam lalu.
Kami mencermati mengapa Prabowo berulang-ulang meminta pendukungnya menjaga kotak suara Mengawalnya, memfoto dan menyimpannya di hp masing-masing.
Sebetulnya bosan juga sih dengan narasi 'jaga suaramu' yang kayaknya begitu-begitu aja dan sudah saya dengar puluhan kali. Agak kurang seru ya...
Bahkan saat seorang kawan wartawan saya yang baru saja menerima telepon tengah malam itu dan berkata bahwa ia mendapat info besok lembaga survey akan mengeluarkan hasil quick count (hitung cepat) yang seragam, di range 58%, saya malah asyik mengunyah kentang goreng. Tidak bereaksi.
Tapi, Rabu (17/3) sore, saya tersentak. Badan saya sampai gemetar karena shock dan marah. Ya, saya shock karena hasil QC ternyata persis seperti yang diungkapkan kawan saya tadi malam. Saya marah melihat betapa kejamnya ulasan-ulasan pengamat-pengamat di televisi. Nyata sekali sedang ada upaya pembentukan opini, framing, bahwa 02 sudah kalah dan harus segera mengaku kalah.
Pada akhirnya justru kesadaran saya yang terhentak. Tersadar bahwa betapa narasi yang selalu diulang-ulang oleh Prabowo dalam delapan bulan terakhir bukan sekedar narasi.
Narasi "jaga suara' yang saya anggap membosankan (karena berpikir tidak mungkin pihak lawan curang) itu adalah warning dari mantan Pangkostrad untuk semua pendukungnya dalam menghadapi gempuran pamungkas lembaga survey abal-abal di pertempuran 17 April.
Perang total yang jadi slogan paslon 01 ternyata betul-betul dilakukan. Bukan cuma dengan kecurangan yang terstruktur dan masif, tapi juga dengan berusaha menjatuhkan mental pendukung Prabowo-Sandi lewat hasil QC yang 'diiklankan' di semua televisi tanpa kecuali.
Mereka tahu mayoritas pendukung Prabowo-Sandi adalah emak-emak yang pasti tak bisa lepas dari televisi. Jadi untuk memukul mereka pun harus lewat televisi. Tayangan QC adalah kontennya. Dengan harapan mental emak-emak dan pendukung lainnya runtuh jika melihat hasil QC di televisi. Menyerah, dan move on dari urusan pilpres.
Betul mereka hampir berhasil. Andai saja tak ada kiriman-kiraman foto formulir C1 yang mengalir bak air bah dari seluruh pelosok tanah air sejak rabu sore hingga saat ini. Mereka hampir berhasil mematahkan perjuangan kami andai foto prosesi kemenangan 01 versi QC yang 'unhappy' tidak viral. Dan yang betul-betul membuat kami 'siuman' adalah rekaman detik-detik berubahnya hasil QC secara tiba-tiba di beberapa stasiun televisi.
Itu kecurangan yang nyata!
Betul kata Fadli Zon yang dikeroyok para pemilik survey di TVOne kemarin. Ia menduga ada mafia…
[09:23, 4/19/2019] A Iyep: Oleh : Gregorius Natal Soedibjo
Pemilihan Umum Presiden Indonesia sudah terlaksana dengan baik pada 17 April 2019, meskipun ada yang tidak puas atau berpendapat pemilu penuh kecurangan, boleh saja dan kita serahkan kepada pihak yang berwenang dalam hal ini Bawaslu. Tetapi saya menyanjung tinggi kepada aparat keamanan dari TNI serta Polri yang membuat Pemilu kemarin berjalan lancar.
Bulan Januari 2019 saya dikabari oleh sahabat karib seorang wanita akademisi warganegara Denmark yaitu Gillana Paulsen. Dia adalah pimpinan sebuah lembaga survey pemilu dan statistic di kota Esbjerg Denmark.
Gillana mengabarkan akan datang pada 12 April 2019 ke Indonesia untuk mengadakan survey sekaligus memantau kegiatan pemilu di Indonesia dengan membawa nama yayasan swadaya masyarakat yang berpusat di Esbjerg Denmark yaitu SOHN Foundation. Lembaga ini khusus membuat survey hitungan cepat melalui basis suara yang akurat. SOHN Foundation pengalaman bekerja di pemilu Zimbabwe, India, Kenya, Malaysia, dan Afrika Selatan dengan hasil yang baik serta terpercaya.
Membawa personil 26 orang dari berbagai negara ditambah 2600 akademisi asli Indonesia dari berbagai daerah, SOHN Foundation sudah bersiap di seluruh Indonesia sejak 15 April 2019. Akademisi Indonesia dalam arti Mahasiswa dari berbagai daerah yang juga sebagian besar memilih golput karena tidak ada satu pasang calon Presidenpun yang menurut mereka yang cocok untuk memimpin negara Indonesia.
“Kami ke Indonesia untuk mengadakan pengamatan dan mendapat hasil pemilu Presiden melalui pencatatan suara sah per distrik (Kecamatan maksudnya)” kata Gillana Paulsen
Melalui metode pencatatan bertingkat sampai kecamatan dengan hanya surat C1 yang dihitung dan disebar seluruh Propinsi terutama propinsi padat penduduk seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Akademisi yang disebar jumlahnya proporsional sesuai persebaran penduduk.
“Dana ini kami peroleh dari swadaya masyarakat Uni Eropa yang ingin membantu kami untuk melihat demokrasi di negara Asia yang berkembang, dan kami datang dengan “Silent Operation” untuk menjaga netralitas serta tidak mengenal siapapun di Indonesia kecuali staff Kedutaan dan penulis” lanjut Gillian.
18 April 2019 jam 16.10 kabar datang dari Gillian Paulsen tentang hasil pemilu dari semua Propinsi dan diyakinkan bahwa sudah mewakili 7200 Kecamatan seluruh Indonesia.
“Berdasarkan hasil C1 Formulir yang sudah divalidasi oleh Akademisi lapangan SOHN Foundation, hasil dari Pemilu Presiden adalah:
Joko Widodo dan Ma’ruf Amin : 42.3% suara
Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno : 58.5%
Data tersebut dari 2600 Akademisi yang sedang belajar atau mendalami ilmu statistic, Matematika, Fisika, Sosial, Teologi, dan Ekonomi, disebar di seluruh Indonesia dengan tingkat akurasi 99%.
“Kami sekali lagi tidak kenal dengan semua partai pendukung dan calon Presiden serta teamnya, kami hanya ingin melihat Indonesia menyelenggarakan pemilu dengan kepentingan mempertajam keilmuan kami sebagai lembaga survey dan statistic, karena tantangan sangat besar di Indonesia yang menyelenggar…
[09:23, 4/19/2019] A Iyep: Ini analisa & theory lain:
Sudah Gus ali ungkap sekilas tadi di saat saya sibuk, nah sekarang saya punya waktu luang untuk jabarkan lebih panjang. KPU kita sedang dalam tekanan hebat untuk mempermainkan sentimen psikologis mental pemilih paslon capreswapres 02, dengan pola yang sangat terbaca (minimal oleh kepala yang jernih dan tidak emosional).
Normal bila kita semua kaget tetapi jangan sampai baper bila dalam seminggu ke depan berjumpa angka-angka magis di umuman hitung resmi KPU. KPU kita tercinta sedang jadi kuda tunggang yang dipecut-pecut untuk menyudutkan opini seolah-olah paslon capreswapres 01 “unggul dengan stabil”: caranya dengan memasukkan dan memutakhirkan HANYA data suara TPS yg dimenangkan 01 saja di jam-jam normal pantauan publik (6 pagi sampai tengah malam). Sesuai “pesanan” asal bapak senang. Praktik demikian sah, tidak melanggar hukum, tidak pula melanggar etika statistik. Sementara untuk data TPS yang dimenangkan 02 setiap hari dimasukkan dan dimutakhirkan sebagai selipan-selipan dan sisipan-sisipan dengan durasi masukan dan pemutakhiran yang paaaaanjaaaaang dan laaaaamaaaaa, dengan ciri keluar tampilan seperti di gambar ini.
Tetapi janganlah kita menjadi khawatir, karena itu hanyalah strategi mengulur waktu saja. Bagaikan klausul “apa permintaan terakhirmu” sebelum seseorang pesakitan dieksekusi mati.
Sebelum menulis ini saya menulis posting:
“Seberapa lama nih kalian bisa tahan banyakin nginput hasil TPS yang skor 02 nya memble? Stok makin tipis ya Om-Om?”
—karena di awal-awal mereka akanaksakan diri memasukkan data dari TPS-TPS dari lokasi pro 01 semacam Papua, PapBar, Maluku, NTT, Bali, Sulut, Sulbar, Jabar basis RK dan Dedi, Jatim basisnya Risma, Sumut yang masuk LBP network dan basis Djarot, Jakarta segmen naga di utara-barat dan kawasan elit yang parno FPI, dst. Kenapa tidak Jateng? Jateng disiapkan dan dihadirkan belakangan bagai David de Gea di Manchester United, benteng terakhir untuk menghadapi kenyataan pahit runtuhnya perlawanan. Jangan kaget jika nanti angka-angka fantastis perolehan paslon capreswapres 01 dalam hitungan KPU membubung dengan pasti, bahkan diproyeksikan menembus angka 55% sebagai senyum pencibiran untuk pemilih paslon capreswapres 02. Sampai di sini, saya berhenti dahulu untuk mengingatkan kita semua: waktu tahun 2014 presiden menang dengan angka 53%, orang buta statistik pun tahu batas itu tak mungkin ditembus oleh orang yang sama dengan tambahan prestasi mengecewakan rakyat yang spektakuler.
Jadi kalau kita melihat angka 55% dalam kurun waktu agak lama, dalam beberapa hari, justru bersiap-siaplah buat tumpeng syukuran. Kurun waktu di angka itu disetting untuk membentuk opini kibar bendera putih dan psikologi desperasi massa 02.
Saya juga menulis, “Gue demen banget ni kayak main tahan-tahanan kartu balak ala gaplean poskamling 😂 Jangan lupa beli Neril dulu, mana tahu rontok rambut kalian saat garuk-garuk bingung mana lagi yang bisa diinput sebelum mulai input hasil-hasil TPS yang rakyatnya ingin perubahan 😜” Karena setelah 55% inilah kapal akan mulai oleng, Kapten. Tidak ada cerita mereka tidak memasukkan data TPS 02. Suara Jateng pun tidak akan tangguh membendung fakta riil yang ada.
Tetapi, menanti selalu membuat baper, benar gak? Menjadi sangat waswas bilamana tiada berbuat sementara selalu ada peluang diperdaya oleh muslihat geng Nganu.
——————————
Segmen ini saya kasih separasi biar mudah dicopas.
Nah, jalan satu-satunya kita bisa proaktif adalah dengan menempel dan mengawal C1 dengan maksimal. Jika kita berhasil menempel dan menjaga C1 sampai di perhitungan rekap real count KPU, maka akan terjadi perubahan pada akhir bulan April ini dengan pergerakan suara paslon capreswapres 02 akan terus melaju stabil hingga 58%, 59% bahkan mungkin lebih.
Jadi, yuk mari sama-sama kita masukkan input data C1 Pilpresnya ke link:
http://bit.ly/RekapC1Plano
Nanti bisa sama-sama kita lihat hasil inputnya di link dibawah ini:
http://bit.ly/QuickCountGMI
Boleh dibantu sebar yah linknya.....
0 komentar:
Posting Komentar