Rabu, 10 Mei 2017

Makalah Kosntitusi dan Kelembagaan



PENTINGNYA KONSTITUSI BAGI
SETIAP WARGA NEGARA




Diajukan Sebagai Salah SatuTugas Mandiri
pada Mata Kuliah Konstitusi dan Kelembagaan Negara



Dosen : Prof. Dr. Rusadi Kantaprawira, S.H.,MH.
Dr. Drs. H. Tjatja Kuswara, MH.,M.Si.,

Disusun Oleh :
Nama : Ade Surahman
NPM : L23.016.0021








PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
BANDUNG








 

KATA PENGANTAR


Bismillaahirrohmaanirrohiim,
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya tugas analisis yang berjudul “PENTINGNYA KONSTITUSI BAGI SETIAP WARGA NEGARA.
Penyusunan tugas analisis ini merupakan salah satu tugas pada mata kuliah Konstitusi dan Kelembagaan negara pada program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung.
          Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Rusadi Kantaprawira, S.H.,MH. dan Dr. Drs. H. Tjatja Kuswara, MH.,M.Si., selaku dosen mata kuliah Konstitusi dan Kelembagaan negara yang telah membimbing sehingga tugas analisis ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa tugas analisis ini belumlah sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan tugas analisis ini
Akhir kata, semoga tugas analisis ini bermanfaat khususnya bagi saya dan umumnya bagi perkembangan Konstitusi dan Kelembagaan negara di indonesia.
Bandung, April 2017

Ade Surahman






DAFTAR ISI
                                                                                                                           Halaman
KATA PENGANTAR ...........................................................................................               i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................   ii
BAB I             PENDAHULUAN...........................................................................    1
A.  Latar Belakang ............................................................................    1
B. Rumusan Masalah ........................................................................    5
C. Tujuan  .........................................................................................    5

BAB II  ........ TINJAUAN PUSTAKA.................................................................   6
A.    Konstitusi.........................................................................................   6
B.     Warga Negara…………………………………….........................  16
BAB III  ....... PEMBAHASAN.............................................................................. 20
BABIV ....... PENUTUP........................................................................................ 29

DAFTARPUSTAKA ..............................................................................................  31








BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar belakang
Konstitusi merupakan peraturan atau ketentuan dasar mengenai pembentukan suatu negara. Konstitusi sering di sebut undang-undang dasar atau hukum dasar. Konstitusi memuat ketentuan-ketentuan pokok bagi berdiri, bertahan dan berlangsungnya suatu negara. Ketentuan-ketentuan itu biasanya berupa dasar, bentuk, dan tujuan negara. Sejak awal dilahirkannya UUD 1945 setelah proklamasi kemerdekaan, sudah dimaksudkan sebagai UUD sementara untuk mengantarkan Indonesia ke pintu kemerdekaan. UUD 1945 dibuat karena adanya peluang untuk merdeka yang harus direbut dengan cepat dan untuk itu harus pula segera ditetapkan UUD bagi negara yang digagas sebagai negara konstitusional dan demokratis. Maka dibuatlah UUD 1945 yang melalui proses perdebatan antara Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPK(I)) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPK(I)). Sejak saat itu bangsa Indonesia sudah menciptakan tiga buah konstitusi serta memberlakukannya dalam masa yang berbeda-beda. Pemberlakuan ketiganya tidak lepas dari perubahan kehidupan ketatanegaraan Indonesia akibat terjadinya berbagai perkembangan politik tetapi, pergantian konstitusi itu juga sekaligus menunjukan pergulatan bangsa Indonesia dalam mencapai dan menemukan konstitusi yang paling tepat dan sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia.
Konstitusi adalah instrumen wajib yang harus dimiliki oleh suatu Negara, tanpa Konstitusi Negara tidak akan berjalan dengan baik, karena arah dari perjalanan suatu Negara ditentukan oleh Konstitusi itu sendiri. Meskipun para ilmuan memiliki banyak definisi tentang Konstitusi namun, secara umum Konstitusi adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur suatu Negara baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis. Konstitusi dapat diartikan sebagai sekelompok ketentuan yang mengatur organisasi Negara dan susunan pemerintahan suatu Negara.[1] A.V Dicey membedakan antara ketentuan konstitusi yang mempunyai sifat hukum dan tidak mempunyai sifat hukum. Pembedaan ini didasarkan pada kriteria apakah pengadilan berwenang memaksakan penataanya dan/atau mengambil tindakan hukum bagi yang tidak taat.[2] 
Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara Indonesia telah mengalami sejarah yang sangat panjang dan telah mengalami pasang surut serta perubahan-perubahan, dari awal pembentukan hingga proses amandemen. Hal ini adalah agar terwujud suatu kesempurnaan yang dapat mewujudkan cita-cita bangsa. Dan dengan masalah-masalah yang dihadapi bangsa Indonesia diharapkan dapat menjadikan bangsa kita menjadi lebih dewasa dan lebih bijak dalam proses berbangsa dan bernegara.
Secara etimologis antar kata “konstitusi”, “konstitusional”, dan “konstitusionalisme” inti maknanya sama, namun penggunaan atau penempatannya berbeda. Catatan historis timbulnya negara konstitusional, sebenarnya merupakan proses sejarah yang panjang dan selalu menarik untuk dikaji. Pada masa kejayaannya (antara tahun 624-404 S.M) Athena pernah mempunyai tidak kurang dari 11 konstitusi. Koleksi Aristoteles sendiri berhasil terkumpul sebanyak 158 buah konstitusi dari berbagai negara.[3]
Pada zaman abad pertengahan, corak konstitusionalismenya mengarah bergeser kearah feodalisme dimana Raja memiliki kekuasaan yang tertinggi. Pada abad VII (zaman klasik) lahirlah piagam/konstitusi Madinah tepatnya sekitar 622 M. Kemudian di Eropa Kontinental kekuasaan raja semakin kearah absolutisme khususnya di Perancis, Rusia, Prusia,dan Austria pada abad ke 15. Gejala in di tandai oleh ucapan L’EtatC’est moi nya, LOUIS XIV (1638-1715). Dengan adanya absolutisme itulah yang menjadi awal lahirnya keinginan untuk melakukan perubahan supaya raja atau absolutisme tidak sewenang-wenang dalam menjalankan kekuasaannya. Negara Inggris mengalami perubahan dengan pecahnya The Glorius Revolution (1688), dimana kaum bangsawan meraih kemenangan dan menandai berhentinya absolutisme di Inggris, yang ditandai dengan 12 negara koloni Inggris yang mengeluarkan Declaration of independet tahun 1776 sebagai dasar berdaulatnya negara Amerika.
Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber ligitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum dan peraturan perundangan-undangan yang lainnya, sehingga penulis perlu memaparkan “Motivasi Perlunya Konstitusi dalam Suatu Negara” pada makalah ini.
Penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berlandaskan konstitusi adalah suatu keniscayaan dalam sebuah negara yang menganut paham demokrasi dan konstitusionalisme. Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) sebagai konstitusi modern dan demokratis harus dapat menampung seluruh aspirasi politik rakyat sesuai zamannya sehingga dapat memberi jaminan terhadap hak-hak konstitusional warga negaranya.[4]
Berdasarkan penjelasan di atas, maka makalah ini akan dideskripsikan dan ditelaah melalui sumber-sumber pustaka dengan memusatkan kajian tentang “Pentingnya Konstitusi bagi Setiap Warga negara” sehingga diharapkan  para pembaca dapat memahami pentingnya kehadiran konstitusi dalam hidup berbangsa dan bernegara.
B.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan diangkat oleh penulis berdasarkan latar belakang diatas adalah : Apakah pentingnya konstitusi bagi warga negara?
C.    Tujuan Penelitian
Berangkat dari masalah penelitian di atas maka tujuan penelitian dalam makalah ini adalah untuk mengetahui pentingnya konstitusi bagi warga negara.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Konstitusi
1.    Peristilahan Konstitusi
Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis (constituer) yang berarti membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksudkan ialah pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara.[5]
Jika di Perancis, digunakan istilah constituer maka dalam negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasionalnya digunakan istilah constitution, yang padanan istilahnya dalam bahasa Indonesia adalah konstitusi.
Dalam kepustakaan Ilmu Hukum Tata Negara (Staatsrechts-wetenschap) juga ditemukan beberapa istilah, seperti : Undang-Undang Dasar (UUD), constitution, grondwet, constitutie, grundgesetz, verfasung, dan sebagainya. Penggunaan istilah konstitusi atau Undang-Undang Dasar dalam kegiatan studi hukum dan konstitusi harus cermat, karena ternyata istilah yang digunakan itu apabila diselidiki, sebagian konsep atau pengertiannya berbeda. Misalnya: istilah Grondwet di dalam sistem ketatanegaraan Belanda. Grondwet memang oleh para ahli Hukum Tata Negara Belanda disebut juga Constitutie atau Undang-Undang Dasar. Akan tetapi, pengertian Undang- Undang Dasar dalam konsep Hukum Tata Negara Indonesia tidak analog dengan pengertian Grondwet atau Constitutie dalam konsep Hukum Tata Negara Belanda. Mengapa? Sebab, dilihat dari segi lembaga atau badan pembentuknya, walaupun Undang-Undang Dasar/Konstitusi atau Grondwet/Constitutie sama-sama dibuat oleh lembaga atau badan perwakilan rakyat, tetapi sebenarnya keduanya berbeda.
Di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, Undang-Undang Dasar atau Konstitusi dibuat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sedangkan Grondwet atau Constitutie dibuat oleh Staten Generaal. Perbedaan antara MPR dengan Staten Generaal adalah, jika MPR hanya memiliki wewenang untuk membuat Undang-Undang Dasar atau Konstitusi, maka Staten Generaal di Belanda tidak saja memiliki wewenang untuk membuat Grondwet atau Constitutie, melainkan juga memiliki wewenang untuk membuat wet yang diterjemahkan Undang-Undang. Jadi, wewenang Staten- Generaal sebagai lembaga atau badan perwakilan rakyat ternyata lebih luas dibandingkan dengan MPR. MPR dalam sistem hukum ketatanegaraan Indonesia tidak memiliki wewenang untuk membuat Undang-Undang, karena wewenang untuk itu secara konstitusional telah didelegasikan oleh UUD 1945 kepada DPR bersama-sama dengan Presiden.

2.    Pengertian Konstitusi

Pada umumnya dikemukakan pendapat bahwa konstitusi mempunyai pengertian yang lebih luas dari pada Undang-Undang Dasar. Hal itu disebabkan, karena konstitusi mempunyai bagian yang tertulis yang dinamakan Undang-Undang Dasar dan bagian yang tidak tertulis yang disebut konvensi.[6]
Beberapa ahli hukum tata negara juga memiliki pengertian konstitusi sama dengan undang-undang dasar. Para ahli hukum tata negara yang berpendapat, bahwa pengertian konstitusi adalah sama dengan undang-undang dasar, diantaranya adalah G.J. Wolhaff, Sri Soemantri M., Jimly Asshiddiqie, J.C.T. Simorangkir; Sedangkan para ahli hukum tata negara yang membedakan pengertian konstitusi dengan undang-undang dasar diantaranya adalah Herman Heller, M. Solly Lubis, Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim.
Pengertian konstitusi dalam tulisan ini tidak dibedakan dengan undang-undang dasar. Pertimbangan pokoknya adalah dalam praktik ketatanegaraan Indonesia, istilah undang-undang dasar itu ternyata dipakai bersama-sama oleh para penyelenggara negara saat itu, dan digunakan dengan makna atau pengertian yang sama pula. Indonesia pernah memiliki UUD 1945 yang dibuat oleh Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), pernah memiliki Konstitusi Republik Indonesia Serikat atau disingkat Konstitusi RIS 1949, juga pernah memiliki Undang-Undang Dasar Sementara 1950 atau disingkat UUDS 1950, dan UUD 1945 hasil perubahan (amandemen). Atas dasar pertimbangan praktik ketatanegaraan Indonesia itulah, maka penulis tidak membedakan pengertian antara konstitusi dengan undang-undang dasar dalam tulisan ini.
Dalam pandangan penganut paham modern, pengertian konstitusi dengan Undang Undang Dasar sebenarnya tidak dibedakan. Diantara penganut paham tersebut adalah C.F. Strong dan James Bryce. Pendapat James Bryce sebagaimana dikutip C.F. Strong dalam bukunya Modern Political Constitutions menyatakan, bahwa:
Constitution is a frame of political society, organised through and by law, one in which law has established permanent institutions which recognised function and definite rights.” [7]
Berdasarkan definisi di atas, pengertian konstitusi dapat disederhanakan rumusannya sebagai kerangka negara yang diorganisir dengan dan melalui hukum, dalam hal mana hukum menetapkan:[8]
1.    pengaturan mengenai pendirian lembaga-lembaga yang permanen;
2.    fungsi dari alat-alat kelengkapan;
3.    hak-hak tertentu yang telah ditetapkan.
Berdasarkan pengertian konstitusi James Bryce itu, C.F. Strong kemudian merumuskan pengertian konstitusi sebagai berikut: [9]
Constitution is a collection of principles according to which the power of the government, the rights of the governed, and the relations between the two are adjusted.
Menurut pendapat pakar ilmu politik Kerajaan Inggris tersebut, konstitusi sebagai kumpulan asas-asas menetapkan tiga hal, yaitu :
(1)  kekuasaan memerintah (dalam arti luas);
(2)  hak-hak asasi pihak yang diperintah;
(3)  hubungan antara pemerintah dan yang diperintah.
Konstitusi negara Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum formil, selama ia merupakan hukum dasar tertulis yang mengatur masalah kenegaraan, ia juga merupakan dasar bagi ketentuan lainnya. Melalui UUD 1945 ini mengalir peraturan-peraturan pelaksana yang menurut tingkatannya masing-masing merupakan sumber hukum formil.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, mengenai pengertian undang-undang dasar ini, ada sarjana yang membedakannya dengan pengertian konstitusi, dan ada pula yang menyamakannya. Dalam kepustakaan hukum yang ditulis dalam bahasa Belanda dibedakan antara constitutie in materiele zin, constitutie in formele zin, dan grondwet. Perbedaan antara constitutie in materiele zin” dan constitutie in formele zindidasarkan kepada pembentuknya (naar de maker), dancara terbentuknya serta isinya (naar de inhoud). Constitutie in formele zin adalah gekwalificeerd naar de maker, yaitu konstitusi yang dilihat dari badan yang membentuknya, bukan badan sembarangan, tetapi badan khusus atau badan istimewa (gesamtakt). Constitutie in materiele zin adalah gekwalificeerd naar de inhoud, yaitu konstitusi yang dilihat dari segi isinya, karena isinya sangat penting atau mendasar (fundamental), memuat hal-hal yang sangat mendasar (grondslagen), sangat prinsipil, oleh karenanya berbeda dengan undang- undang biasa yang isinya tidak bersifat mendasar. Adapun yang dimaksud grondwet adalah naskah atau dokumennya. Grondwet bentuknya istimewa dibandingkan dengan undang-undang biasa. Jadi grondwet tidak sama dengan constitutie, khususnya constitutie in formele zin. Konstitusi lebih luas daripada grondwet. Selain itu pembicaraan mengenai konstitusi akan menyangkut suatu pengertian yang lebih bersifat teoritis, tidak semata-mata berurusan dengan hukum positif.[10]
Secara teoritis, suatu konstitusi pasti mengalami perubahan-perubahan dalam praktek ketatanegaraan. Perubahan suatu konstitusi menurut Sri Soemantri M.[11] mengutip pandangan K.C. Wheare, dapat dilakukan dengan:
(a)  beberapa kekuatan yang bersifat primer (some primary forces);
(b)  perubahan yang diatur dalam konstitusi (formal amendment);
(c)  penafsiran secara hukum (judicial interpretation);
(d)  kebiasaan dan kebiasaan yang terdapat  dalam bidang ketatanegaraan (usage and convention).
Atau dengan mengikuti pandangan C.F. Strong sebagaimana dikutip Sri Soemantri M.,[12] yang mengemukakan ada 4 (empat) macam metode perubahan konstitusi yang modern, yaitu :
(1)   dengan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh badan legislatif yang tunduk di bawah pembatasan-pembatasan atau restriksi tertentu (by the ordinary legislature, but under certain restrictions);
(2)   dengan keputusan rakyat melalui suatu referendum (by the people through a referendum);
(3)   dengan keputusan dari mayoritas seluruh unit negara federal (by a majority of all units of a federal state);
(4)   dengan suatu konvensi yang khusus (by a special convention).
Perubahan terhadap suatu konstitusi, bukanlah berarti, bahwa hal itu menempatkan konstitusi menjadi tidak supreme lagi, kecuali tindakan perubahan terhadap konstitusi itu dilakukan dengan maksud dan tujuan melanggar atau menyimpang dari ketentuan-ketentuannya. Hal yang terakhir ini sangat mungkin terjadi, apabila pemerintahan itu dijalankan atas dasar kekuasaan belaka. Jika ini yang terjadi, maka sesungguhnya kedudukan konstitusi memang tidak supreme lagi. Dengan kata lain, maka konstitusi tidak dapat lagi berfungsi untuk mengatur alat-alat kekuasaan negara. Oleh karena itu, guna menghindari pelanggaran/penyimpangan terhadap konstitusi ini, idea konstitusionalisme yang menempatkan supremasi konstitusi dalam negara, harus direalisasikan. Konsekuensinya apabila idea konstitusionalisme itu direalisasikan adalah, bahwa pejabat-pejabat negara perlu dibatasi kekuasaannya.[13] Pembatasan terhadap kekuasaan pejabat-pejabat negara ini sesungguhnya menunjuk pada fungsi pengaturan yang dilakukan oleh konstitusi terhadap alat-alat kekuasaan negara.
3.    Tujuan Konstitusi

Dalam semua pengertian konstitusi di atas, semuanya memiliki tujuan. Karena suatu konstitusi dibuat pastilah memiliki tujuan, yaitu memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik dan membebaskan kekuasaan dan kontrol mutlak para penguasa dengan menetapkan batas-batas kekuasaannya.
Tujuan adanya konstitusi secara ringkas dapat diklasifikasikan tiga tujuan (Dede Rosyada (dkk), 2003), yaitu:[14]
a.    Konstitusi bertujuan memberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik.
b.    Konstitusi bertujuan untuk mengawasi atau mengontrol proses-proses kekuasaan dari para penguasa.
c.    Konstitusi bertujuan memberi batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.
Konstitusi pada dasarnya bertujuan untuk membatasi kewenangan pemerintah dalam menjamin hak-hak yang diperintah.[15]
Tujuan konstitusi adalah juga tata tertib terkait dengan: 1). berbagai lembaga-lembaga negara dengan wewenang dan cara bekerjanya, 2) hubungan antar lembaga negara, 3) hubungan lembaga negara dengan warga negara (rakyat) dan 4) adanya jaminan hak-hak asasi manusia serta 5) hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
Tolok ukur tepat atau tidaknya tujuan konstitusi itu dapat dicapai tidak terletak pada banyak atau sedikitnya jumlah pasal yang ada dalam konstitusi yang bersangkutan. Banyak praktek di banyak negara bahwa diluar konstitusi tertulis timbul berbagai lembaga-lembaga negara yang tidak kurang pentingnya dibanding yang tertera dalam konstitusi dan bahkan hak asasi manusia yang tidak atau kurang diatur dalam konstitusi justru mendapat perlindungan lebih baik dari yang telah termuat dalam konstitusi itu sendiri. Dengan demikian banyak negara yang memiliki konstitusi tertulis terdapat aturan-aturan di luar konstitusi yang sifat dan kekuatannya sama dengan pasal-pasal dalam konstitusi. Aturan-aturan diluar konstitusi seperti itu banyak termuat dalam undang-undang atau bersumber/berdasar pada adat kebiasaan setempat. [16]
4.    Fungsi Konstitusi

Selain itu secara umum, konstitusi memiliki fungsi  sebagai berikut:
a.    membatasi perilaku pemerintahan secara efektif,
b.    membagi kekuasaan dalam beberapa lembaga Negara,
c.    menentukan lembaga negara bekerjasama satu sama lain,
d.    menentukan hubungan diantara lembaga negara,
e.    menentukan pembagian kekuasaan dalam negara.[17]
Komisi Konstitusi tentang perubahan Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945 menyimpulkan bahwa kedudukan dan fungsi konstitusi adalah sebagai berikut :[18]
1)    Konstitusi berfungsi sebagai dokumen nasional yang mengandung perjanjian luhur, berisi kesepakatan-kesepakatan tentang politik, hukum, pendidikan, kebudayaan, ekonomi, kesejahteraan, dan aspek fundamental yang menjadi tujuan negara;
2)    Konstitusi sebagai piagam kelahiran negara baru. Hal ini juga membutuhkan adanya pengakuan masyarakat internasional, termasuk untuk menjadi anggota PBB, karena itu sikap kepatuhan suatu negara terhadap hukum internasional ditandai dengan adanya ratifikasi terhadap perjanjian-perjanjian internasional.
3)    Konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi. Konstitusi mengatur maksud dan tujuan terbentuknya suatu negara dengan sistem administrasinya melalui adanya kepastian hukum yang tekandung dalam pasal-pasalnya, unifikasi hukum nasional, social control, memberikan legitimasi atas berdirinya lembaga-lembaga negara termasuk pengaturan tentang pembagian dan pemisahan kekuasaan antara organ legislatif, eksekutif, yudisial.
4)    Konstitusi sebagai identitas nasional dan lambang persatuan, konstitusi menjadi suatu sarana untuk memperlihatkan berbagai nilai dan norma suatu bangsa dan negarra, misalnya simbol demokrasi, keadilan, kemerdekaan, negara hukum yang menjadikan sandaran untuk mencapai kemajuan dan keberhasilan tujuan negara.
5)    Konstitusi sebagai alat untuk membatasi suatu kekuasaan, konstitusi dapat berfungsi untuk membatasi kekuasaan, mengendalkan perkembangan dan situasi politik yang selalu berubah, serta berupaya untuk menghindarkan adanya penyalahgunaan kekuasaan.
6)    Konstitusi sebagai pelindung HAM dan kebebasan warga negara. Konstitusi memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dan hak-hak kebebasan warga negara. Hal ini merupakan pengejahwantahan suatu negara hukum.

B.   Warga Negara

1.    Pengertian Warga Negara
Wewenang sebuah organisasi negara meliputi kelompok manusia yang berada di dalamnya. Kelompok tersebut dapat dibedakan antara warga negara dengan bukan warga negara (orang asing). Warga negara sebagai pendukung sebuah negara merupakan landasan bagi adanya negara. Dengan kata lain bahwa warga negara adalah salah satu unsur penting bagi sebuah negara, selain unsur lainnya.[19]
Warga negara itu sendiri bisa diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara.[20] Istilah ini biasa juga disebut hamba atau kawula negara.[21] Meskipun demikian istilah warga negara dirasa lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang-orang merdeka bila dibandingkan istilah hamba dan kawula negara, karena warga negara mengandung arti peserta, anggota atau warga yang menjadi bagian dari suatu negara.
Asumsi ini tidaklah berlebihan dan cukup beralasan. Sebagai anggota dari persekutuan yakni negara, yang didirikan dengan kekuatan bersama, atas dasar tanggung jawab bersama, serta untuk kepentingan atau tujuan bersama pula[22], warga negara dituntut untuk aktif terhadap negara. Dengan alasan tersebut istilah warga negara dirasa lebih sesuai, karena mengandung pengertian aktif. Sedangkan istilah hamba atau kawula negara mengandung pengertian warga yang pasif dan hanyamenjadi obyek negara. Untuk itu, setiap warga negara mempunyai persamaan hak di hadapan hukum. Semua warga negara mempunyai kepastian hak, privasi, dan tanggung jawab.
Sejalan dengan definisi di atas, AS Hikam mendefinisikan bahwa warga negara (citizenship) adalah anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri. Istilah ini menurutnya lebih baik daripada istilah kawula negara, karena kawula negara betul-betul berarti obyek yang berarti orang yang dimiliki dan mengabdi kepada negara. Oleh karenanya, kewarganegaraan menurut AS Hikam harus mencakup tiga dimensi utama: 1) Dimensi keterlibatan aktif dalam komunitas, 2) dimensi pemenuhan hak-hak dasar yaitu hak politik, ekonomi, dan hak sosial kultural, serta 3) dimensi dialog dan keberadaan ruang publik yang bebas.[23] Istilah warga negara dan rakyat menunjuk pada obyek yang sama,[24] yakni sebagai anggota negara.[25] Meskipun demikian terdapat perbedaan pengertian antara pengertian warga negara, rakyat dan bangsa. Warga negara adalah pendukung negara atau dalam arti lain warga sebuah negara yang bersifat aktif. Sedang rakyat adalah masyarakat yang mempunyai persamaan kedudukan sebagai obyek pengaturan dan penataan oleh negara dan mempunyai ikatan kesadaran sebagai kesatuan dalam hubungan keorganisasian negara.
Istilah warga negara tidak menunjuk pada obyek yang sama dengan istilah penduduk. Warga negara sebuah negara belumlah tentu merupakan penduduk negara tersebut. Penduduk adalah orang-orang yang bertempat
tinggal secara sah dalam suatu negara berdasarkan peraturan perundangan kependudukan sah dari negara yang bersangkutan.
Baik status sebagai warga negara maupun sebagai penduduk mempunyai konsekuensi hukum, yaitu menyangkut hak-hak dan kewajibannya. Konsekuensi hukum dari status warga negara lebih luas dari pada status sebagai penduduk. Pembagian penduduk menjadi warga negara dan orang asing sangatlah penting. Hal ini dikarenakan beberapa hak dan kewajiban yang dimiliki warga negara dengan orang asing berbeda. Hak dan kewajiban penduduk yang bukan warga negara adalah terbatas.[26]
2.    Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pada dasarnya hak-hak seorang warga negara adalah hak-hak yang telah diakui dan dijamin serta tertuang dalam Hak Asasi Manusia (HAM).[27] Hak-hak tersebut antara lain adalah hak atas kebebasan beragama dan beribadat sesuai dengan kepercayaannya, kebebasan untuk berserikat dan berkumpul, hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, hak atas persamaan di depan hukum dan mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja, hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan dan hak-hak asasi lainnya.










BAB III
PEMBAHASAN

Jaminan perlindungan hak individu dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara pada umumnya diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) atau konstitusi masing-masing negara. Konstitusi adalah sejumlah aturan-aturan dasar dan ketentuan-ketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerjasama antara negara dan masyarakat (rakyat) dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.[28]
Dengan demikian konstitusi atau UUD dianggap sebagai perwujudan dari hukum tertinggi yang harus dipatuhi oleh seluruh warga negara. Hal ini sesuai dengan dalil “government by laws, not by a men”. Penempatan UUD
sebagai peraturan tertinggi dalam kehidupan bernegara merupakan pencerminan pelaksanaan negara hukum atau rechastaat atau disebut pula sebagai rule of law. Unsur klasik rechsstaat yang pada umumnya dimuat dalam UUD meliputi hak-hak manusia, pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak, pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan, dan peradilan administrasi dalam perselisihan.[29] Sedang unsur rule of law yang hampir sama posisinya dengan rechstaats meliputi supremasi aturan-aturan hukum, kedudukan yang sama menghadapi hukum, dan terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang.[30]
Unsur-unsur tersebut menegaskan bahwa konsep rechstaat dan rule of law mengarahkan pada sasaran yang utama, yakni pengakuan perlindungan terhadap hak asasi manusia.[31] Perlindungan dimaksudkan dijamin dalam aturan hukum. Ketentuan hukum menjadi acuan dalam berbagai kehidupan bernegara.
Konsep inilah yang disebut dengan negara hukum, artinya dalam penyelenggaraan negara dilakukan berdasarkan aturan hukum dengan isi menjunjung tinggi hukum. Aturan hukum tertinggi dalam sebuah negara adalah konstitusi atau UUD. Konstitusi berkembang dari paham konstitusionalisme yang artinya pembatasan kekuasaan. Karena itu, konstitusi didalamnya mengatur mengenai pembatasan kekuasaan. Caranya bisa melalui pembagian wewenang dan kekuasan dalam menjalankan pemerintahan. Karena itu pula, konstitusi menjadi sangat penting untuk menjamin hak-hak asasi warga negara sehingga tidak terjadi perlakuan yang sewenang-wenang dari pemerintah yang kekuasaannya dibatasi.
Selain itu, didalam negara hukum terdapat aturan-aturan hukum sebagai penjabaran UUD yang melindungi hak warga negara. Salah satu hak individu yang harus dilindungi adalah hak setiap individu untuk mengeluarkan pendapat, baik secara lisan maupun tertulis.
Konstitusi adalah dokumen kenegaraan yang mempunyai fungsi pokok:
1.    Menentukan dan membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang-wenang.
2.    Menjamin dan melindungi hak asasi manusia. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme.
Secara operasional suatu konstitusi mempuyai fungsi sebagai berikut:
1.    Membatasi prilaku pemerintah secara efektif
2.    Menentukan lembaga Negara bekerjasama satu sama lain
3.    Menentukan hubungan diantara lembaga Negara
4.    Menentukan pembagian kekuasaan dalam Negara
5.    Menjamin hak-hak warga Negara dari tindakan sewenang-wenang penguasa
6.    Menjadi landasan struktural penyelenggaran pemerintah konstitusi di dunia membuat:
a.    Memuat gagasan politik, moral dan keagamaan yang minjiwai konstitusi.
b.    Memuat ketentuan tentang struktur organisasi Negara.
c.    Memuat hak asasi manusia.
d.    Memuat prosedur mengubah Undang-Undang Dasar.
e.    Adakalanya memuat larangan mengubah sifat tertentu Undang-Undang Dasar.
Setiap konstitusi senantiasa memiliki tujuan untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik dan membebaskan kesatuan dari control mutlak para penguasa dengan menetapkan batas-batas kekuasaannya.[32]
Tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wanang pemerintah dan menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasan yang berdaulat. Menurut Bagir Manan, hakekat dari konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitusionalisme, yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk di pihak lain.
Sedangkan, menurut Sri Soemantri, dengan mengutip pendapat Steenbeck, menyatakan bahwa terdapat tiga materi muatan pokok dalam konstitusi, yaitu:
1.    Jaminan hak-hak manusia;
2.    Susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar;
3.    Pembagian dan pembatasan kekuasaan.
Dalam paham konstitusi demokratis dijelaskan bahwa isi konstitusi meliputi:
1.    Anatomi kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hukum.
2.    Jaminan dan perlindungan hak-hak asasi manusia.
3.    Peradilan yang bebas dan mandiri.
4.    Pertanggungjawaban kepada rakyat (akuntabilitas publik) sebagai sendi utama dari asas kedaulatan rakyat.
Keempat cakupan isi konstitusi di atas merupakan dasar utama dari suatu pemerintah yang konstitusional. Namun demikian, indikator suatu negara atau pemerintah disebut demokratis tidaklah tergantung pada konstitusinya. Sekalipun konstitusinya telah menetapkan aturan dan prinsip-prinsip diatas, jika tidak diimplementasikan dalam praktik penyelenggaraan tata pemerintahan, ia belum bisa dikatakan sebagai negara yang konstitusional atau menganut paham konstitusi demokrasi.
Tujuan-tujuan adanya konstitusi tersebut, secara ringkas dapat diklasifikasikan menjadi tiga tujuan, yaitu :
1.    Konstitusi bertujuan untuk memberikan pembatasan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik;
2.    Konstitusi bertujuan untuk melepaskan control kekuasaan dari penguasa sendiri;
3.    Konstitusi berjuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.
Konsekuensi logis dari kenyataan bahwa tanpa konstitusi negara tidak mungkin terbentuk, maka konstitusi menempati posisi yang sangat krusial dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara. Negara dan konstitusi merupakan lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Sejalan dengan pemahaman di atas, Struycken dalam bukunya Net Staatsrecht van Het Koninkrijk der Nederlanden menyatakan bahwa konstitusi merupakan barometer kehidupan bernegara dan berbangsa yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu, sekaligus ide-ide dasar yang digariskan oleh the founding father, serta memberi arahan kepada generasi penerus bangsa dalam mengemudikan suatu negara yang akan dipimpin. Semua agenda penting kenegaraan ini tercover dalam konstitusi, sehingga benarlah kalau konstitusi merupakan cabang yang utama dalam studi ilmu hukum tata negara.
Pada sisi lain, eksistensi suatu ”negara” yang diisyaratkan oleh A. G. Pringgodigdo, baru riel ada kalau telah memenuhi empat unsur, yaitu:
a.    Memenuhi unsur pemerintahan yang berdaulat,
b.    Wilayah Tertentu
c.    Rakyat yang hidup teratur sebagai suatu bangsa (nation), dan
d.    Pengakuan dari negara-negara lain.
Dari keempat unsur untuk berdirinya suatu negara ini belumlah cukup menjamin terlaksananya fungsi kenegaraan suatu bangsa kalau belum ada hukum dasar yang mengaturnya. Hukum dasar yang dimaksud adalah sebuah konstitusi atau Undang-Undang Dasar.
Djokosutono melihat pentingnya konstitusi dari dua segi. Pertama, dari segi sisi (naar de Inhoud) karena konstitusi memuat dasar dari struktur dan memuat fungsi negara. Kedua, dari segi bentuk (Naar de Maker) oleh karena yang memuat konstitusi bukan sembarangan orang atau lembaga. Mungkin bisa dilakukan oleh raja, raja dengan rakyatnya, badan konstituante atau lembaga diktator.
Pada sudut pandang yang kedua ini, K. C. Wheare menggkaitkan pentingnya konstitusi dengan peraturan hukum dalam arti sempit, dimana konstitusi dibuat oleh badan yang mempunyai ”wewenang hukum” yaitu sebuah badan yang diakui sah untuk memberikan kekuatan hukum pada konstitusi.
Menurut Sri Soemantri M., tidak ada satu negara pun di dunia ini yang tidak mempunyai konstitusi atau undang-undang dasar.[33] Konstitusi atau undang-undang dasar adalah hukum tertinggi (supreme law) yang harus ditaati baik oleh rakyat maupun oleh alat-alat perlengkapan negara.[34]
Embrio konstitusi sebagai droit constitutionnel” (hukum dasar) dari negara-negara di belahan dunia ini dapat digali dari 2 (dua) sudut pandang, yaitu:[35]
(a) dari sudut bentuk negara;
(b) dari sudut pembentuk konstitusinya.
Menurut A. Amid S. Attamimi, pentingnya suatu konstitusi atau Undang-Undang Dasar[36] adalah sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas, sekaligus tentang bagaimana kekuasaan negara itu harus dijalankan.[37] Sebab tujuan dari konstitusi menurut Projodikoro (1983:12-13),[38] ialah mengadakan tata-tertib tentang lembaga-kenegaraan, wewenang-wewenangnya dan cara bekerjanya, dan menyatakan hak-hak asasi manusia yang harus dijamin perlindungannya.
Dengan demikian, maka undang-undang dasar merupakan the basic of the national legal order”, oleh karenanya dalam setiap negara akan ditemukan suatu undang-undang dasar, baik berupa single document” atau multi document.” Sebagai the basic of the national legal order”, maka ketentuan-ketentuan dalam undang-undang dasar akan menjadi sumber acuan bagi pembentukan peraturan perundang-undangan negara yang kedudukannya lebih rendah dari undang-undang dasar.[39]
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 yang berbunyi sebagai berikut :
“.....untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.....”

Dengan diembannya tugas Negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan umum tersebut, maka pembentukan berbagai peraturan di Negara Republik Indonesia menjadi sangat penting. Oleh karena campur tangan Negara dalam mengurusi kesejahteraan rakyat dalam bidang hukum, sosial, politik, ekonomi, budaya, lingkungan hidup, serta pertahanan keamanan yang diselenggarakan dengan pembentukan peraturan-peraturan Negara yang tak mungkin lagi dihindarkan.[40]













BAB IV
PENUTUP
Tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wanang pemerintah dan menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasan yang berdaulat. Menurut Bagir Manan, hakekat dari konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitusionalisme, yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk di pihak lain. Selanjutnya menurut Sri Soemantri, dengan mengutip pendapat Steenbeck, menyatakan bahwa salah satu materi muatan pokok dalam konstitusi, yaitu: Jaminan hak-hak manusia.
Eksistensi konstitusi bagi warga negara cukup penting karena berbicara mengenai pengaturan hak-hak mendasar yang sejatinya terserap dalam konstitusi sebuah negara. Negara wajib menjamin terhadap hak-hak dasar tersebut, ketidakterjaminan terhadap hak-hak dasar mengindikasikan bahwa negara tersebut adalah rezim diktator.
Kepentingan paling mendasar dari setiap warga negara adalah perlindungan terhadap hak-haknya sebagai manusia. Oleh karena itu, Hak asasi manusia merupakan materi inti dari naskah undang-undang dasar negara modern. Hak Asasi Manusia (HAM), adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan setiap manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintahan, dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Artinya, yang dimaksud sebagai hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap pribadi manusia.

.



























DAFTAR PUSTAKA




Ahmad Hamid  S. Attamimi, 1990. Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara. Jakarta: Disertasi, UI.

A.M. Fatwa, 2009. Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta: Kompas Media Nusantara.

A.V. Dicey, 1971. an introduction to study of the Law of the constitution, London: English language Book Society and mac millan, 10th.

Bagir Manan. 1995. Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negar, Bandung: Mandar Maju.

Bambang Tri Purwanto & Sunardi H.S. 2012. Membangun Wawasan Kewarganegaraan. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

C.F. Strong. 1966. Modern Political Constitutions, London, Sidgwick & Jackson Limited.

Dahlan Thaib, et. al., Teori Hukum dan Konstitusi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1999.

Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni’matul Huda. 2010, Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta:Raja Grafindo Persada.

Daniel  S. Lev. Periksa, Daniel S. Lev, 1990. Hukum dan Politik di Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Harsono, 1992. Perkembangan Pengaturan Kewarganegaraan, Yogyakarta : Liberty.

Koerniatmanto Soetoprawiro. 1994. Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia. cet. ke-1, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Maria farida Indrati. 2007. Ilmu Perundang-undangan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Miriam Budiardjo. 1986. Dasar-dasar Ilmu politik. Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama.

……………….. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Muhammad A.S. Hikam, 1999. Politik Kewarganegaraan : Landasan Redemokratisasi di Indonesia, Jakarta : Penerbit Erlangga.


Negara, Bagian Ilmu Tata. "NEGARA DAN KONSTITUSI MIRZA NASUTION." (2004).

Ni’Matul Huda. 2005.Otonomi daerah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Noor Ms Bakry. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rosjidi Ranggawidjaja, 1996. Wewenang Menafsirkan Undang-Undang Dasar. Bandung: Cita Bhakti Akademika.

Rosyada, Dede dkk. 2003. Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, Edisi Revisi, Jakarta: Tim ICCE UIN Syarif Hidayatullah dan Prenada Media.

Rudy, 2013. Konstitualisme Indonesia Buku I Dasar dan Teori, Bandar Lampung, Pusat Kajian Konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan (PKKPUU) Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Simorangkir, J.C.T. 1984. Penetapan Undang-Undang Dasar Dilihat dari Segi Ilmu Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Gunung Agung.

S. Gautama, 1975. Warga Negara dan Orang Asing. cet. ke-3. Bandung : Penerbit Alumni.

Sri Soemantri M. 1981. Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara. Jakarta: CV. Rajawali.

Sri Soemantri M. 1987. Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Bandung: Alumni.

Tolchah Mansur. 1977. Pembahasan Beberapa Aspek Tentang Kekuasaan-Kekuasaan  Eksekutif dan  Legislatif Negara Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita.

Tolchah Mansoer. 1979. Sumber Hukum dan Urutan Tertib Hukum Menurut Undang-Undang  Dasar RI ’45, Yogyakarta: Binacipta.

Wiryono Projodikoro, 1983. Asas-asas Hukum Tata Negara di Indonesia, Jakarta: Dian Rakyat.

………………... 1989. Asas-Asas Hukum Tata Negara di Indonesia. Jakarta : Dian Rakyat.











[1] Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negar, Bandung: Mandar Maju, 1995. hlm 5
[2] A.V. Dicey, sn introduction to study of the Law of the constitution, London: English language Book Society and mac millan, 10th. 1971 hlm 23-24.
[3] Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni’matul Huda. Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta:RajaGrafindo Persada. 2010 Hlm 1-2
[4] A.M. Fatwa, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2009, hlm. VII-XII.
[5] Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Tata Negara di Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, 1989, hlm. 10.

[6] Konvensi atau convention ini menurut Mohammad Tolchah Mansur diartikan sebagai kelaziman-kelaziman yang timbul dalam praktek hidup.Mohammad Tolchah Mansur, Pembahasan Beberapa Aspek Tentang Kekuasaan-Kekuasaan  Eksekutif dan  Legislatif Negara Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1977, hlm. 150.
[7] C.F. Strong, Modern Political Constitutions, London, Sidgwick & Jackson Limited, 1966, p. 11.
[8] Dahlan Thaib, et. al., Teori Hukum dan Konstitusi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 12.
[9] Pengantar Perbandingan Antar Hukum      Tata Negara, CV. Rajawali, Jakarta, 1981, hlm. 3.
[10] Ibid, hlm.4-5.
[11] Sri Soemantri M., Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Alumni, Bandung,1987, hlm. 218.
[12] Sri Soemantri M., Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, CV. Rajawali, Jakarta, 1981, hlm. 67.

[13] Pandangan yang sama mengenai ide pemerintahan yang konstitusional dengan pola pembatasan kekuasaan negara dan para pengelolanya ini juga pernah dilontarkan Daniel  S. Lev. Periksa, Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1990, hlm.514.
[14] Rosyada, Dede dkk. (2003). Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, Edisi Revisi, Jakarta: Tim ICCE UIN Syarif Hidayatullah dan Prenada Media.

[15] Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hal. 133.
[16] Negara, Bagian Ilmu Tata. "NEGARA DAN KONSTITUSI MIRZA NASUTION." (2004).
[17] Bambang Tri Purwanto & Sunardi H.S., Membangun Wawasan Kewarganegaraan, Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo, 2012, hal. 104.
[18] Rudy, Konstitualisme Indonesia Buku I Dasar dan Teori, Bandar Lampung, Pusat Kajian Konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan (PKKPUU) Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2013, hal 20

[19] Pada umumnya dapatlah dikatakan bahwa suatu negara harus memenuhi syarat-syarat bagi keberadaan negara yang merupakan unsur penting negara. Syarat-syarat yang dimaksud ialah : pertama harus ada wilayahnya, kedua, harus terdapat rakyat atau warga negara, ketiga, harus ada
pemerintahan yang berkuasa terhadap seluruh daerah dan rakyatnya, serta keempat harus ada tujuan. Lihat C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Ilmu Negara (umum dan Indonesia),Jakarta: Pradnya Paramita, cet.ke-1, 2001, hlm.148.
[20] Tim ICCE UIN, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta : ICCE UIN Syarif hidayatullah dengan The Asia Foundation dan Prenada Media, 2003, hlm. 73.
[21] Ibid.
[22] Pada awalnya, negara atau bangsa merupakan sekumpulan manusia atau gabungan entitas-entitas yang beragam, lalu disarikan hubungan kesadaran dan diikat oleh asas kemaslahatan bersama yang dituangkan dalam bentuk system legislasi dan hukum perundang-undangan. System
ini diberlakukan padatanah kehidupan yang dinamakan tanah air (wathan). Pada gilirannya hubungan tersebut diatur oleh kekuasaan yang dinamakan negara. Lihat Muhammad Syahrur, Dirasat Islamiyyah Muashirah fi al Daulat wa al Mujtama', terjemah Saifudin Zuhri dan Badrus Syamsul Fata "Tirani Islam, Genealogi Masyarakat dan Negara", Yogyakarta : LKIS, cet. ke-1, 2003, hlm.90

[23] Muhammad A.S. Hikam, Politik Kewarganegaraan : Landasan Redemokratisasi di Indonesia, Jakarta : Penerbit Erlangga, 1999, hlm. 166.
[24] Harsono, Perkembangan Pengaturan Kewarganegaraan, Yogyakarta : Liberty, cet. ke-1, 1992, hlm. 1.
[25] Lihat Koerniatmanto Soetoprawiro, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, cet. ke-1, 1994, hlm. 1. lihat pula S. Gautama, Warga Negara dan Orang Asing, Bandung : Penerbit Alumni, cet. ke-3, 1975, hlm. 3.

[26] Harsono, op. cit., hlm. 2
[27] Lihat Tim ICCE UIN, op.cit.,hlm. 83.

[28] Rosyada, Dede dkk. Op.cit, hlm. 90.
[29] Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu politik, Pt. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1986, hlm. 57.
[30] Ibid, hlm. 58
[31] Ni’Matul Huda, Otonomi daerah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 73-74

[32] http://tugasdanmakalah.blogspot.co.id/2010/02/bab-i-pendahuluan-1.html
[33] Mengenai pentingnya konstitusi atau Undang-Undang Dasar bagi suatu negara ini, Moh. Tolchah Mansoer mengemukakan, bahwa secara fundamentil dan prinsipiil, sumber hukum bagi suatu negara adalah Undang-Undang Dasarnya, dan untuk negara kita, Republik Indonesia, sejak pertama kali berdiri adalah, UUD 1945. Moh. Tolchah Mansoer, Sumber Hukum dan Urutan Tertib Hukum Menurut Undang-Undang  Dasar RI ’45, Binacipta, Yogyakarta, 1979, hlm. 6.
[34] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998, hlm. 105.
[35] Dahlan Thaib, dkk., op.cit., hlm. 33-34
[36] Djokosutono mengemukakan, pentingnya konstitusi dapat dilihat dari 2 segi, yaitu segi isi (naar de inhoud) dan dari segi bentuk (naar de maker). Djokosutono, Hukum Tata Negara, (dihimpun Harun Al Rasjid), Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm. 48. Pandangan Djokosutono ini berbeda dengan pandangan J.C.T. Simorangkir yang mengemukakan, bahwa konstitusi atau UUD itu dapat dilihat dari 3 segi, yaitu: isinya, pembuatan/penyusunan/penetapannya, dan bentuknya. J.C.T. Simorangkir, Penetapan Undang-Undang Dasar dari Segi Ilmu Hukum Tata Negara Indonesia, Gunung Agung, Jakarta, 1984, hlm. 71-72.
[37] A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi, UI-Jakarta, 1990, hlm. 215.
[38] Wiryono projodikoro, asas-asas Hukum Tata Negara di Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta 1983, hlm 12-13.
[39] Rosjidi Ranggawidjaja, Wewenang Menafsirkan Undang-Undang Dasar, Cita Bhakti Akademika, Bandung, 1996, hlm. 8.

[40]Maria farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2007, hlm. 1.

 





0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More