Korek 5 Direktur Perusahaan Sebagai Saksi
RMOL.Komisi Pemberantasan Korupsi melanjutkan pemeriksaan saksi-saksi kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Kemarin, KPK memanggil enam saksi untuk pengembangan kasus tersebut. Lima saksi diantaranya menjabat sebagai direktur perusahaan. Mereka adalah Direktur PT Permata Nusa Pratama (PNP) Mashuri, Direktur PT Sinar Surya Alumindo (SSA) Elihento, Direktur PT Brema Brata (BB) Roes Ediarto, Direktur PT Pratama Widya (PW) Rusmiati Wisala dan Direktur PT Kapel Jaya (KJ) Gesit Riota Arifiyanto. KPK juga memanggil staf PT Adhi Karya, Sutrisno.
Mereka dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi bagi tersangka Andi Alfian Mallarangeng (AAM), bekas Menpora dan tersangka Deddy Kusdinar (DK), bekas Kabiro Perencanaan Kementerian Pemuda dan Olahraga. KPK ingin mendalami peran para tersangka itu.
Dari enam saksi yang dipanggil, hanya satu yang tidak memenuhi panggilan KPK, yaitu Roes Ediarto. “Khusus untuk Roes Ediarto, dia memberikan konfirmasi berhalangan hadir karena sedang berada di luar negeri,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo.
Sebagai catatan, Mashuri bukan pertama kali dimintai keterangan sebagai saksi kasus Hambalang. Pekan lalu, dia juga diperiksa penyidik KPK.
Sementara itu, perusahaan tempat para saksi tersebut bekerja, bergerak di berbagai bidang. PT Permata Nusa Pratama bergerak dalam bidang karbon. PT Sinar Surya Alumindo bergerak di bidang pemasangan alumunium dan kaca gedung. PT Brema Brata bergerak di bidang supplier. PT Pratama Widya bergerak di bidang jasa konsultasi dan kontraktor khusus geoteknik. PT Kapel Jaya bergerak di bidang jasa instalasi listrik.
Pada pekan sebelumnya, KPK juga memeriksa beberapa direktur perusahaan sebagai saksi kasus Hambalang. Mereka adalah Indiyarti (PT Davitama Kreasi), Afrizal Linin (PT Saritama Dharma Buana), Amin Yacob (PT Kharisma Adhitama Sejati), Bambang Dwi Priono (PT Iris Centra Cipta). Empat perusahaan tersebut bergerak di bidang advertising dan konstruksi.
Menurut Johan, pemeriksaan saksi-saksi tersebut untuk mengembangkan kasus ini. Getol memanggil dan memeriksa para saksi, KPK tak kunjung menjadwalkan pemeriksaan terhadap tersangka Andi Alfian Mallarangeng. “Sampai hari ini, jadwal pemeriksaan AAM belum ada,” kata Johan.
Dia membantah bahwa belum dipanggilnya bekas Jubir Presiden itu, karena KPK masih mencari bukti. Menurut dia, setiap orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, berarti KPK sudah memegang dua alat bukti. Johan juga membantah bahwa KPK tebang pilih karena tidak menahan Andi.
Menurutnya, setiap tersangka dalam proses hukum yang dijalani di KPK, pasti akan ditahan. Hanya, kata dia, waktunya tergantung kebutuhan penyidikan. “Kapan waktu penahanan tersangka bisa berbeda-beda. Bukan karena KPK tebang pilih, tapi untuk kepentingan penyidikan. Penyidiklah yang tahu kapan seorang tersangka ditahan atau tidak,” katanya.
Johan menambahkan, berdasarkan kebutuhan penyidikan pula, penyidik menentukan mana yang terlebih dahulu akan diperiksa. “Apakah para saksi dahulu baru kemudian tersangka, atau sebaliknya. Yang jelas, setiap kasus itu berbeda,” ujarnya.
KPK mulai menyelidiki kasus Hambalang pada Agustus 2011. Setidaknya, ada dua peristiwa terindikasi korupsi dalam proyek Hambalang. Pertama, pada proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang di Jawa Barat dan pengadaan proyek Hambalang yang dilakukan secara multiyears. Kedua, pengadaan proyek Hambalang ditangani kerjasama operasi (KSO) PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya.
Untuk mengembangkan kasus ini, KPK telah memeriksa sekitar 70 saksi, antara lain bekas Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto, anggota Komisi II DPR Ignatius Mulyono, Sekretaris Departemen Pemuda dan Olahraga DPP Partai Demokrat Munadi Herlambang, Menpora Andi Mallarangeng, istri Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum Athiyya Laila.
KPK juga mencegah beberapa pengusaha ke luar negeri. Mereka adalah Direktur Ceriajasa Cipta Mandiri Aman Santoso, Direktur Yodha Karya Yudi Wahyono, Direktur CV Rifa Medika Lisa Lukitawati dan Andi Zulkarnain Mallarangeng alias Choel Mallarangeng, adik Andi Mallarangeng.
Reka Ulang
Menyusun Konstruksi Kasus Hambalang
Komisi Pemberantasan Korupsi mulai menyelidiki kasus Hambalang pada Agustus 2011. Setidaknya, ada dua peristiwa terindikasi korupsi dalam proyek Hambalang.
Pertama, proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang di Jawa Barat. Kedua, pengadaan proyek Hambalang yang dilakukan secara multiyears. Dalam penyidikan kasus tersebut, KPK masih memfokuskan pengusutan megaproyek Hambalang pada pengadaannya.
Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengatakan, pengadaan proyek dengan total anggaran Rp 1,07 triliun pada 2010 itu, menjadi bagian dari konstruksi pengusutan kasus tersebut oleh tim penyelidik. “Kasus ini cukup luas, pengadaan proyek menjadi salah satu bagian dari pengusutan proyek Hambalang,” kata Zulkarnain, Mei tahun lalu.
Dugaan penyimpangan dalam pengadaan proyek ini, sebelumnya sudah ditengarai tim penyelidik KPK. Zulkarnain mengatakan, KPK menemukan penyimpangan, antara lain pada subkontrak proyek.
Menurut dia, dalam pelaksanaannya banyak yang tidak berjalan secara normal, misalnya subkontrak yang dilakukan PT Dutasari Citralaras kepada perusahaan lain dalam proyek itu.
Karena itu, menurutnya, dugaan pelbagai penyimpangan dalam proyek yang berlokasi di Bogor itu harus disusun dalam sebuah konstruksi kasus. Tujuannya untuk mengetahui detail dugaan keterlibatan pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus itu.
Dalam pengusutan kasus tersebut, KPK antara lain telah memeriksa Direktur Utama PT Metaphora Solusi Global Asep Wibowo dan Kepala Divisi Keuangan Adhi Karya Anis Anjayani yang kediamannya digeledah penyidik, beberapa waktu lalu, sebagai saksi.
Asep Wibowo diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Andi Alfian Mallarangeng (AAM) dan Dedy Kusdinar (DK).
PT Global adalah perusahaan yang mendapatkan subkontrak pembangunan Komplek Pusat Olahraga Hambalang dari PT Adhi Karya. Sedangkan Metaphora adalah perusahaan konsultan jasa perencanaan.
Sebelumnya, KPK juga pernah memanggil terpidana kasus Wisma Atlet Muhammad Nazaruddin sebagai saksi kasus tersebut. Setelah pemeriksaan, Nazar mengaku heran pengusutan kasus Hambalang oleh KPK masih berkutat di pemeriksaan saksi.
Padahal, menurut bekas bendahara umum Partai Demokrat ini, bukti-bukti yang sudah dia serahkan ke KPK sudah cukup glambang untuk menyeret tersangka baru.
KPK juga memanggil tiga saksi lain. Mereka adalah PNS Kemenpora Alman Hudri, Direktur Utama PT Assa Nusa Indonesia Saul Paulus David Nelwan, dan Direktur Teknik Dan Operasional PT Biro Insinyur Exacta Sonny Anjangsono.
Menurut Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Johan Budi Sapto Prabowo, keterangan dan berkas yang diungkapkan Nazaruddin menjadi bahan untuk pengembangan kasus Hambalang. Namun, itu semua perlu divalidasi apakah bernilai benar atau tidak.
“Semua keterangan tidak diabaikan. Tapi perlu validasi untuk menjadi sebuah alat bukti,” katanya Johan juga membantah bahwa KPK sengaja melokalisir kasus Hambalang. “Tunggu saja proses masih berjalan,” ujarnya.
Pada Senin (28/1) lalu, KPK juga memeriksa anggota Komisi X DPR Kahar Muzakir. Menurut Johan, pemeriksaan tersebut untuk mendalami proses perubahan anggaran Hambalang dari single years menjadi multi years.
Badan Pemeriksa Keuangan telah menghitung, nilai kerugian negara dalam kasus Hambalang tahun anggaran 2010-2012 sebesar Rp 243,6 miliar.
Kasus Hambalang Diperhatikan Publik
Otong Abdurrahman, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Otong Abdurrahman berharap Komisi Pemberantasan Korupsi profesional mengusut kasus korupsi Hambalang.
Otong mengingatkan KPK agar semua yang terlibat kasus tersebut bisa diseret ke Pengadilan Tipikor. Baik dari pihak eksekutif, pihak pengembang maupun dari pihak legislatif jika memang ditemukan pelanggaran dalam proses penganggaran dari single years menjadi multi years.
“KPK diperintahkan undang undang untuk menelusuri setiap informasi. KPK wajib mengungkap siapa saja yang terlibat kasus itu,” kata politisi PKB ini, kemarin.
Apalagi, lanjutnya, perkara yang menjerat bekas Menteri Pemuda dan Olahrga Andi Alfian Mallarangeng (AAM) sebagai tersangka ini, adalah kasus yang menyita perhatian publik. Sebab itu, KPK harus bisa membuktikan bahwa kinerjanya dalam penyidikan membuahkan hasil yang optimal. “Ini merupakan persoalan kita bersama. Sebab itu, kita dukung terus apa yang dilakukan KPK,” ucapnya.
Mengenai kesan bahwa penyidikan kasus Hambalang lamban, Otong menyatakan, hal tersebut merupakan strategi penyidikan KPK. Kata dia, KPK tidak bisa sembarangan dan harus teliti mengusut sebuah kasus. Selain itu, keterbatasan jumlah penyidik KPK juga bisa menjadi hambatan untuk menuntaskan sebuah kasus. Meski begitu, ia menilai, kinerja KPK dalam mengusut kasus ini sudah on the track. “Pemeriksaan tentu butuh waktu,” ujarnya.
Mengenai KPK yang tak kunjung memanggil tersangka Andi Malarangeng, Otong menyebut hal itu pun hanya soal waktu. “Kita hargai cara kerja KPK, tentu ada prioritas. Bisa saja saksi-saksi dulu yang diperiksa. Jika KPK merasa sudah waktunya memanggil AAM, pasti akan dipanggil. Bahkan, bisa ditahan,” katanya.
Terkait sejumlah pihak yang mendesak agar segera ditetapkan tersangka baru kasus tersebut, Otong meminta KPK tetap bersandar pada alat bukti. “Jika alat bukti belum mencukupi, jangan terburu-buru menetapkan tersangka baru,” ingatnya.
Banyak Saksi Mesti Diperiksa
Alex Sato Bya, Bekas Jamdatun
Bekas Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Alex Sato Bya menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi sudah berupaya maksimal dalam mengusut kasus korupsi proyek Hambalang.
Menurut dia, KPK sampai sekarang belum melimpahkan kasus tersebut ke penuntutan karena harus meminta keterangan dari banyak saksi.
“Saksinya banyak. Itu harus dikroscek. Sampai saat ini kasus tersebut masih berjalan, tentu perlu pendalaman. Sepertinya lama, padahal tidak,” kata Alex, kemarin.
Alex mengatakan, dalam penyidikan tersebut, KPK perlu melakukan pemberkasan secara rinci dan teliti. “Jika ada penyerahan uang, uang tersebut dikirim oleh siapa, menggunakan wadah apa dan dikirim ke siapa,” bebernya.
Sehingga, kata dia, wajar saja pemeriksaan saksi sampai dilakukan berulang kali.
Soalnya, untuk mengroscek berbagai keterangan. Selain itu, menurut Alex, pengusutan kasus Hambalang terkesan lambat karena KPK terus mengumpulkan alat bukti, sehingga saat dilimpahkan ke penuntutan, berkas tidak mempunyai titik celah.
“Yang pasti, KPK tidak akan melimpahkan berkas ke penuntutan kecuali sudah sempurna,” ucapnya.
Alex menduga, KPK akan menyeret banyak pihak. Sebab itu, kata dia, selain proses pengadaan barang dan jasa dalam pembangunan proyek Hambalang, KPK juga memeriksa proses pembebasan tanah. Termasuk pihak legislatif dalam proses penganggaran yang berubah dari single years menjadi multi years.
“Tentu KPK juga akan menelusuri, adakah keterlibatan politisi Senayan yang begitu cepat mencabut tanda bintang dalam proyek Hambalang,” ucapnya.
Mengenai belum diperiksanya tersangka Andi Alfian Mallarangeng, Alex menilai hal tersebut merupakan strategi penyidikan. Menurutnya, karena sudah memegang alat bukti, KPK tidak khawatir pihak AAM akan melakukan perlawanan. [Harian Rakyat Merdeka]
RMOL.Komisi Pemberantasan Korupsi melanjutkan pemeriksaan saksi-saksi kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Kemarin, KPK memanggil enam saksi untuk pengembangan kasus tersebut. Lima saksi diantaranya menjabat sebagai direktur perusahaan. Mereka adalah Direktur PT Permata Nusa Pratama (PNP) Mashuri, Direktur PT Sinar Surya Alumindo (SSA) Elihento, Direktur PT Brema Brata (BB) Roes Ediarto, Direktur PT Pratama Widya (PW) Rusmiati Wisala dan Direktur PT Kapel Jaya (KJ) Gesit Riota Arifiyanto. KPK juga memanggil staf PT Adhi Karya, Sutrisno.
Mereka dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi bagi tersangka Andi Alfian Mallarangeng (AAM), bekas Menpora dan tersangka Deddy Kusdinar (DK), bekas Kabiro Perencanaan Kementerian Pemuda dan Olahraga. KPK ingin mendalami peran para tersangka itu.
Dari enam saksi yang dipanggil, hanya satu yang tidak memenuhi panggilan KPK, yaitu Roes Ediarto. “Khusus untuk Roes Ediarto, dia memberikan konfirmasi berhalangan hadir karena sedang berada di luar negeri,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo.
Sebagai catatan, Mashuri bukan pertama kali dimintai keterangan sebagai saksi kasus Hambalang. Pekan lalu, dia juga diperiksa penyidik KPK.
Sementara itu, perusahaan tempat para saksi tersebut bekerja, bergerak di berbagai bidang. PT Permata Nusa Pratama bergerak dalam bidang karbon. PT Sinar Surya Alumindo bergerak di bidang pemasangan alumunium dan kaca gedung. PT Brema Brata bergerak di bidang supplier. PT Pratama Widya bergerak di bidang jasa konsultasi dan kontraktor khusus geoteknik. PT Kapel Jaya bergerak di bidang jasa instalasi listrik.
Pada pekan sebelumnya, KPK juga memeriksa beberapa direktur perusahaan sebagai saksi kasus Hambalang. Mereka adalah Indiyarti (PT Davitama Kreasi), Afrizal Linin (PT Saritama Dharma Buana), Amin Yacob (PT Kharisma Adhitama Sejati), Bambang Dwi Priono (PT Iris Centra Cipta). Empat perusahaan tersebut bergerak di bidang advertising dan konstruksi.
Menurut Johan, pemeriksaan saksi-saksi tersebut untuk mengembangkan kasus ini. Getol memanggil dan memeriksa para saksi, KPK tak kunjung menjadwalkan pemeriksaan terhadap tersangka Andi Alfian Mallarangeng. “Sampai hari ini, jadwal pemeriksaan AAM belum ada,” kata Johan.
Dia membantah bahwa belum dipanggilnya bekas Jubir Presiden itu, karena KPK masih mencari bukti. Menurut dia, setiap orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, berarti KPK sudah memegang dua alat bukti. Johan juga membantah bahwa KPK tebang pilih karena tidak menahan Andi.
Menurutnya, setiap tersangka dalam proses hukum yang dijalani di KPK, pasti akan ditahan. Hanya, kata dia, waktunya tergantung kebutuhan penyidikan. “Kapan waktu penahanan tersangka bisa berbeda-beda. Bukan karena KPK tebang pilih, tapi untuk kepentingan penyidikan. Penyidiklah yang tahu kapan seorang tersangka ditahan atau tidak,” katanya.
Johan menambahkan, berdasarkan kebutuhan penyidikan pula, penyidik menentukan mana yang terlebih dahulu akan diperiksa. “Apakah para saksi dahulu baru kemudian tersangka, atau sebaliknya. Yang jelas, setiap kasus itu berbeda,” ujarnya.
KPK mulai menyelidiki kasus Hambalang pada Agustus 2011. Setidaknya, ada dua peristiwa terindikasi korupsi dalam proyek Hambalang. Pertama, pada proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang di Jawa Barat dan pengadaan proyek Hambalang yang dilakukan secara multiyears. Kedua, pengadaan proyek Hambalang ditangani kerjasama operasi (KSO) PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya.
Untuk mengembangkan kasus ini, KPK telah memeriksa sekitar 70 saksi, antara lain bekas Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto, anggota Komisi II DPR Ignatius Mulyono, Sekretaris Departemen Pemuda dan Olahraga DPP Partai Demokrat Munadi Herlambang, Menpora Andi Mallarangeng, istri Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum Athiyya Laila.
KPK juga mencegah beberapa pengusaha ke luar negeri. Mereka adalah Direktur Ceriajasa Cipta Mandiri Aman Santoso, Direktur Yodha Karya Yudi Wahyono, Direktur CV Rifa Medika Lisa Lukitawati dan Andi Zulkarnain Mallarangeng alias Choel Mallarangeng, adik Andi Mallarangeng.
Reka Ulang
Menyusun Konstruksi Kasus Hambalang
Komisi Pemberantasan Korupsi mulai menyelidiki kasus Hambalang pada Agustus 2011. Setidaknya, ada dua peristiwa terindikasi korupsi dalam proyek Hambalang.
Pertama, proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang di Jawa Barat. Kedua, pengadaan proyek Hambalang yang dilakukan secara multiyears. Dalam penyidikan kasus tersebut, KPK masih memfokuskan pengusutan megaproyek Hambalang pada pengadaannya.
Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengatakan, pengadaan proyek dengan total anggaran Rp 1,07 triliun pada 2010 itu, menjadi bagian dari konstruksi pengusutan kasus tersebut oleh tim penyelidik. “Kasus ini cukup luas, pengadaan proyek menjadi salah satu bagian dari pengusutan proyek Hambalang,” kata Zulkarnain, Mei tahun lalu.
Dugaan penyimpangan dalam pengadaan proyek ini, sebelumnya sudah ditengarai tim penyelidik KPK. Zulkarnain mengatakan, KPK menemukan penyimpangan, antara lain pada subkontrak proyek.
Menurut dia, dalam pelaksanaannya banyak yang tidak berjalan secara normal, misalnya subkontrak yang dilakukan PT Dutasari Citralaras kepada perusahaan lain dalam proyek itu.
Karena itu, menurutnya, dugaan pelbagai penyimpangan dalam proyek yang berlokasi di Bogor itu harus disusun dalam sebuah konstruksi kasus. Tujuannya untuk mengetahui detail dugaan keterlibatan pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus itu.
Dalam pengusutan kasus tersebut, KPK antara lain telah memeriksa Direktur Utama PT Metaphora Solusi Global Asep Wibowo dan Kepala Divisi Keuangan Adhi Karya Anis Anjayani yang kediamannya digeledah penyidik, beberapa waktu lalu, sebagai saksi.
Asep Wibowo diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Andi Alfian Mallarangeng (AAM) dan Dedy Kusdinar (DK).
PT Global adalah perusahaan yang mendapatkan subkontrak pembangunan Komplek Pusat Olahraga Hambalang dari PT Adhi Karya. Sedangkan Metaphora adalah perusahaan konsultan jasa perencanaan.
Sebelumnya, KPK juga pernah memanggil terpidana kasus Wisma Atlet Muhammad Nazaruddin sebagai saksi kasus tersebut. Setelah pemeriksaan, Nazar mengaku heran pengusutan kasus Hambalang oleh KPK masih berkutat di pemeriksaan saksi.
Padahal, menurut bekas bendahara umum Partai Demokrat ini, bukti-bukti yang sudah dia serahkan ke KPK sudah cukup glambang untuk menyeret tersangka baru.
KPK juga memanggil tiga saksi lain. Mereka adalah PNS Kemenpora Alman Hudri, Direktur Utama PT Assa Nusa Indonesia Saul Paulus David Nelwan, dan Direktur Teknik Dan Operasional PT Biro Insinyur Exacta Sonny Anjangsono.
Menurut Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Johan Budi Sapto Prabowo, keterangan dan berkas yang diungkapkan Nazaruddin menjadi bahan untuk pengembangan kasus Hambalang. Namun, itu semua perlu divalidasi apakah bernilai benar atau tidak.
“Semua keterangan tidak diabaikan. Tapi perlu validasi untuk menjadi sebuah alat bukti,” katanya Johan juga membantah bahwa KPK sengaja melokalisir kasus Hambalang. “Tunggu saja proses masih berjalan,” ujarnya.
Pada Senin (28/1) lalu, KPK juga memeriksa anggota Komisi X DPR Kahar Muzakir. Menurut Johan, pemeriksaan tersebut untuk mendalami proses perubahan anggaran Hambalang dari single years menjadi multi years.
Badan Pemeriksa Keuangan telah menghitung, nilai kerugian negara dalam kasus Hambalang tahun anggaran 2010-2012 sebesar Rp 243,6 miliar.
Kasus Hambalang Diperhatikan Publik
Otong Abdurrahman, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Otong Abdurrahman berharap Komisi Pemberantasan Korupsi profesional mengusut kasus korupsi Hambalang.
Otong mengingatkan KPK agar semua yang terlibat kasus tersebut bisa diseret ke Pengadilan Tipikor. Baik dari pihak eksekutif, pihak pengembang maupun dari pihak legislatif jika memang ditemukan pelanggaran dalam proses penganggaran dari single years menjadi multi years.
“KPK diperintahkan undang undang untuk menelusuri setiap informasi. KPK wajib mengungkap siapa saja yang terlibat kasus itu,” kata politisi PKB ini, kemarin.
Apalagi, lanjutnya, perkara yang menjerat bekas Menteri Pemuda dan Olahrga Andi Alfian Mallarangeng (AAM) sebagai tersangka ini, adalah kasus yang menyita perhatian publik. Sebab itu, KPK harus bisa membuktikan bahwa kinerjanya dalam penyidikan membuahkan hasil yang optimal. “Ini merupakan persoalan kita bersama. Sebab itu, kita dukung terus apa yang dilakukan KPK,” ucapnya.
Mengenai kesan bahwa penyidikan kasus Hambalang lamban, Otong menyatakan, hal tersebut merupakan strategi penyidikan KPK. Kata dia, KPK tidak bisa sembarangan dan harus teliti mengusut sebuah kasus. Selain itu, keterbatasan jumlah penyidik KPK juga bisa menjadi hambatan untuk menuntaskan sebuah kasus. Meski begitu, ia menilai, kinerja KPK dalam mengusut kasus ini sudah on the track. “Pemeriksaan tentu butuh waktu,” ujarnya.
Mengenai KPK yang tak kunjung memanggil tersangka Andi Malarangeng, Otong menyebut hal itu pun hanya soal waktu. “Kita hargai cara kerja KPK, tentu ada prioritas. Bisa saja saksi-saksi dulu yang diperiksa. Jika KPK merasa sudah waktunya memanggil AAM, pasti akan dipanggil. Bahkan, bisa ditahan,” katanya.
Terkait sejumlah pihak yang mendesak agar segera ditetapkan tersangka baru kasus tersebut, Otong meminta KPK tetap bersandar pada alat bukti. “Jika alat bukti belum mencukupi, jangan terburu-buru menetapkan tersangka baru,” ingatnya.
Banyak Saksi Mesti Diperiksa
Alex Sato Bya, Bekas Jamdatun
Bekas Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Alex Sato Bya menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi sudah berupaya maksimal dalam mengusut kasus korupsi proyek Hambalang.
Menurut dia, KPK sampai sekarang belum melimpahkan kasus tersebut ke penuntutan karena harus meminta keterangan dari banyak saksi.
“Saksinya banyak. Itu harus dikroscek. Sampai saat ini kasus tersebut masih berjalan, tentu perlu pendalaman. Sepertinya lama, padahal tidak,” kata Alex, kemarin.
Alex mengatakan, dalam penyidikan tersebut, KPK perlu melakukan pemberkasan secara rinci dan teliti. “Jika ada penyerahan uang, uang tersebut dikirim oleh siapa, menggunakan wadah apa dan dikirim ke siapa,” bebernya.
Sehingga, kata dia, wajar saja pemeriksaan saksi sampai dilakukan berulang kali.
Soalnya, untuk mengroscek berbagai keterangan. Selain itu, menurut Alex, pengusutan kasus Hambalang terkesan lambat karena KPK terus mengumpulkan alat bukti, sehingga saat dilimpahkan ke penuntutan, berkas tidak mempunyai titik celah.
“Yang pasti, KPK tidak akan melimpahkan berkas ke penuntutan kecuali sudah sempurna,” ucapnya.
Alex menduga, KPK akan menyeret banyak pihak. Sebab itu, kata dia, selain proses pengadaan barang dan jasa dalam pembangunan proyek Hambalang, KPK juga memeriksa proses pembebasan tanah. Termasuk pihak legislatif dalam proses penganggaran yang berubah dari single years menjadi multi years.
“Tentu KPK juga akan menelusuri, adakah keterlibatan politisi Senayan yang begitu cepat mencabut tanda bintang dalam proyek Hambalang,” ucapnya.
Mengenai belum diperiksanya tersangka Andi Alfian Mallarangeng, Alex menilai hal tersebut merupakan strategi penyidikan. Menurutnya, karena sudah memegang alat bukti, KPK tidak khawatir pihak AAM akan melakukan perlawanan. [Harian Rakyat Merdeka]