Jumat, 16 Maret 2012

Anas Urbaningrum: “Abraham Samad Gantung Saya di Monas”


 
Persidangan Nazaruddin belum berakhir dan melahirkan putusan yang berkekuatan hukum tetap (in kracht van bewijs). Tahapan pemeriksaan saksi, baik keterangan saksi (a charge dan a de charge) maupun keterangan ahli yang sekarang ini baru berakhir. Namun media dan sebagian pengamat politik  masih mengaitkan nama Anas sebagai orang yang  terlibat dalam kasus Wisma Atlet dan kasus Hambalang. Bagaimana tidak, sejak Nazar ditangkap dan ditahan oleh penyidik (baca: KPK) berkali-kali menyebutkan nama  Anas  sebagai orang yang terlibat dalam kasus proyek tersebut.
Anas dituduh oleh Nazar, bahwa Ia ikut terlibat dalam pemenangan tender proyek Hambalang oleh pihak PT Adhi Karya (Persero), sebesar Rp 100 miliar. Di depan media Nazar pernah menunjukkan sejumlah salinan kwitansi yang totalnya mencapai sekitar US$ 7 juta sebagai biaya pemenangan Anas dalam Kongres II Demokrat di Bandung akhir Mei 2010. Nazar juga memperlihatkan salinan surat BPKB mobil PT Anugerah Nusantara yang di atas namakan Anas.
Sidang atas dugaan korupsi Nazar  yang dijerat Pasal 12 b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 belum diputus. Tampaknya semakin menyeret partai demokrat dalam partai yang tersandera. Hasil peneletian LSI menunjukan Partai Demokrat turun ke peringkat ke tiga di bawah partai Golkar dan PDI Perjuangan. Tentunya di sini kepercayaan publik berbanding lurus dengan pemberitaan yang  semakin menyudutkan beberapa kader Demokrat turut terlibat dalam kasus Wisma Atlet dan Hambalang.
Setelah Nazar, Angelina.  Anas Kapan ?
Sudah ditahu lebih awal bahwa Nazar, yang lebih dulu ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus suap Wisma Atlet. Tak lama kemudian KPK mengumumkan bahwa Angelina Sondakh-pun (AS) berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan KPK dinyatakan sebagai tersangka.
Lantas bagaimana dengan Anas ? KPK dibawah kepemimpinan Abraham Samad belum ada pengumuman melalui konfrensi pers. Kesaksian Ismiati justru tidak ada kaitannya sama sekali dengan kasus suap Wisma Atlet.  Dalam persidangan tim pembela Nazaruddin  mencecar Ismiyati soal uang di Kongres PD di Bandung, tahun 2010 lalu. Dalam kesaksiannya Ismiyati mengungkapkan, dirinya memang pernah menerima uang terkait Kongres PD. Uang yang diserahkan pun beragam, yakni Rp 15 juta, USD 2 ribu dan USD 5 ribu. Menurutnya, uang itu memang untuk memenangkan Anas sebagai Ketum PD. Pemberinya adalah Joseph selaku panitia Kongres PD sekaligus Koordinator Daerah. Untuk uang Rp 15 juta diterima di Hotel Sultan Jakarta, menjelang kongres PD. Sedangkan USD 2 ribu diterima di Hotel Aston, Bandung.  “Pada pemilihan putaran kedua dapat USD 5000 lagi. Persepsi awal yang bisa dibangun dari kesaksian Ismiyati “seolah-olah” uang yang dibagi-bagi Anas dalam pemenangan ketua umum tidak ada hubungannya dengan tender proyek Wisma Atlet dan Hambalang. Maka menyeret Anas ke persidangan hanyalah dugaan “semu”.
Di sisi lain dalam perspektif logika hukum doktrinal. dibalik kesaksian tersebut,  adakah hubungan atau keterkaitan yang dapat ditarik antara uang yang pernah diterima oleh Ismiyati dengan “uang” yang digunakan Anas sebagai dana pemenangan menduduki ketua umum partai demokrat, sebagaimana yang dituduhkan oleh Nazar bahwa Anas menggunakan US$ 7 juta dalam kongres II demokrat di Bandung. Hemat penulis hanya Hakim yang memiliki otoritas penuh untuk menarik sebuah kesimpulan atas beberapa kesaksian yang dihadirkan di persidangan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP. Jenis-jenis alat bukti itu akan menjadi bukti untuk membuka semua titik terang, yang tidak terlepas dari sistem pembuktian yang dianut dalam KUHAP yakni sistem pembuktian negatif(negatief wettelijke).
“Gantung Anas Di Monas”
Kata-kata atau ungkapan Anas  “Saya yakin. Yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas,”di kantor DPP Partai Demokrat, Jl. Kramat Raya, Jakarta. Bukanlah pernyataan bahasa hukum yang sine qua non, itu hanya pernyataan politisi, pernyataan kebablasan. Apalagi negara kita sama sekali tidak mengenal hukuman gantung. Sebagaimana kebablasannya Abraham Samad, secara tidak sadar yang gagah berani berteriak “GANTUNG KORUPTOR”.
Sebuah statement dari Anas yang dulunya dikenal tenang, santun, hormat. Akhirnya jenuh dan merasa frustasi. Oleh karena media melalui pernyataan Nazar, bahwa dia punya banyak bukti, baik bukti surat maupun saksi yang bisa menyeret namanya. Partai demokratpun sebagai partai pemerintah akan menjadi partai yang “sakit” kelak, kalau Nazar sudah membongkar semuanya.
Apakah pernyataan tersebut gertak semata Nazar yang pandai bernyanyi ? ataukah Ia benar-benar membuka kebobrokan Partai demokrat sebagai “Partai Korup” yang dulunya sangat getol mengatakan “katakan TIDAK pada KORUPSI.’ Sebuah pemutarbalikan janji. Kesenjangan antara persepsi dan fakta yang akhirnya tercium bau busuknya. Kini Demokrat dibawah bayang-bayang partai yang kelak akan menjadi bangkai yang akan  “membusuk”. Jika akhirnya Anas-pun terseret sebagai tersangka, apalagi terpidana.
Kata-kata “gantung Anas di Monas” bisa bermakna dan berdampak ganda. Disatu sisi anas pasang badan, untuk siap digantung sebagaimana Abraham Samad pernah berteriak “GANTUNG KORUPTOR” maka anas pun menjawabnya “GANTUNG SAYA jika satu rupiahpun terbukti saya korup”.
Kalau nantinya KPK memeriksa Anas dan cukup bukti untuk menjadikan “Anas” tersangka, kemudian di Pengadilan akhirnya, Anas diputus dengan putusan pemidanaan  (guilty). Entah turut serta (medeplegen) melakukan tindak pidana korupsi, berupa menerima suap ataukah gratifikasi. Maka sudah saatnya publik mengatakan “Partai Demokrat Tamat”
Sebaliknya jika Anas tidak terbukti bersalah (not guilty) setelah melalui pemeriksaan hingga putusan pengadilan. Atau kemungkinan lain, KPK “adem-adem” saja, tidak pernah ada pemeriksaan. Tidak diumumkan juga oleh Abraham Samad bahwa KPK tidak menemukan bukti yang cukup untuk membuat Anas “tersangka” jika pernah dilakukan pemeriksaan. Maka kepercayaan publik terhadap KPK kemungkinan besar akan terkikis. Terutama kepada Abraham Samad sebagai pimpinan KPK yang katanya punya “mazhab berbeda” dengan anggota KPK lainnya.
Akhirnya semua kembali kepada para penegak hukum (baca: KPK) untuk meningkatkan kinerja dan transparansi kepada publik bahwa ia serius, ataukah masih bermain mata dalam menjerat seorang pejabat yang terindikasi merampok dan menggarong uang rakyat. Mari kita tunggu, kejutan apa lagi yang akan dilakukan oleh KPK ?

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More