Kamis, 14 Maret 2019

DARURAT PRESIDEN.

DARURAT PRESIDEN.

Oleh : Nadya Valose

Persoalan wajibnya Prabowo menjadi Presiden 2019-2024 ini bukanlah persoalan remeh temeh. Bukan persoalan klasik demokrasi atau sebatas ritual pemilu biasa.

Prabowo Presiden adalah kebutuhan bangsa dan negara yang mutlak, bukan cuma mendesak, tapi juga emergency. 

Bahkan boleh dibilang Prabowo Presiden adalah bentuk lain dari Kemerdekaan Ketiga Republik ini setelah 17 Agustus 1945 dan 30 September 1965.

Memang betul, ini bukan persoalan biasa. Ini kegentingan kedaulatan Republik Indonesia. Ini pertarungan tegak runtuhnya masa depan Republik ini. Kenyataan sesungguhnya memang semencekam itulah realitanya.

Sederet bukti dengan sangat gamblang bisa di sajikan secara terbuka satu persatu. Tapi sebelum bukti, cobalah gunakan sensitivitas rasa, insting dan nalar.

Jika binatang saja cukup mengandalkan insting dapat mengetahui bahwa bahaya ada beberapa langkah dihadapannya, apalagi manusia sebagai mahluk yang jauh lebih sempurna dari binatang.

Dengan "rasa", tentu rakyat semua bisa merasakan. Bukan cuma beban ekonomi saja yang dirasakan semakin sulit, tapi juga keadilan hukum yang dirasa begitu tumpul terhadap rakyat kecil, penegak hukum yang menjadi alat kekuasaan, aparatur pemerintah yang partisan, penguasaan asing yang semakin masif, persekusi terhadap oposisi yang semakin brutal.

Itu semua bisa di filter lewat rasa. Sementara insting rakyat pun tak mungkin bisu. Berangkat dari "rasa", mustahil insting rakyat tak merespon adanya ancaman kedaulatan.

Bagaiman mungkin insting tak bekerja ketika dalam waktu yang begitu singkat tiba-tiba ada eksodus besar-besaran pendatang komunis ilegal dari negeri cina berdatangan.

Generasi hari ini memang tak pernah mengalami datangnya puluhan ribu serdadu yang di bawa dalam misi dagang VOC Belanda. Tapi sejarah mengabadikan momen-momen itu.

Sikap rakyat yang merasa tak ada persoalan bahkan diuntungkan dengan eksodus bule-bule VOC Belanda itulah yang menjadi penyebab rakyat terjajah hingga 350 tahun lamanya.

Hari ini memang bukan seperti zaman 350 tahun yang silam, dimana alat-alat perang harus di angkut berton-ton lewat kapal besar.

Di zaman ini cukup seribu saja operator dan mekanik "Drone" (pesawat tanpa awak) Cina yang disusupkan masuk ke dalam negeri, sudah cukup untuk mengendalikan ratusan ribu  "drone bermuatan peledak" yang di kirim dari jarak jauh untuk menghancurkan alutista pertahanan militer Indonesia.

Jadi tak seperti di zaman abad ke-18 yang perlu ratusan kapal dan serdadu berbaris bererot macam jemuran rusunawa. Di zaman teknologi modern ini, senjata tempur semua dikendalikan 'by remote' terkoneksi lewat satelit.

Jadi jika insting tak mampu membaca kedaulatan negeri ini diujung tanduk, maka bangsa ini macam anak kambing yang tak sadar masuk dalam lingkaran kawanan singa lapar.

Kalau seribu mekanik dan operator "Drone" Komunis China saja sudah mampu melumpuhkan pertahanan dan peralatan alutista militer negara target, bagaimana jika satu juta orang yang didalamnya juga termasuk ahli Chemical, Nuclear Weapons expert, Electric Robot expert, Satellite expert, Hacker, biological weapons expert, Intelligent, Elite and Special Forces (Pasukan khusus/elit), death squads (pasukan bunuh diri), dan lain sebagainya ..?

Apa tidak rontok seluruh pertahanan negara ini ? Masih dianggap sepele ? Atau mau tunggu terbukti terjadi dulu baru mau percaya ? Sudah terlambat kawan ..!!.

Nah, setelah rasa dan insting rakyat bekerja, saatnya sekarang mari kita gunakan nalar.

Berdasarkan sensus penduduk (SP) tahun 2010, warga negara yang mengaku keturunan Cina hanya sebesar 2.832.510 orang, atau hanya berjumlah 1,20% dari total penduduk Indonesia sebesar 236.728.379 orang; dengan menempati peringkat 18.

Padahal, berdasarkan sumber Perpustakaan Universitas Ohio tahun 2000, jumlah orang Cina di Indonesia sudah mencapai 7.310.000 jiwa dengan menempati peringkat ke 3 setelah suku Jawa dan Sunda. Jumlah ini merupakan komunitas etnis Cina yang terbesar yang berada di luar Tiongkok.

Jika 5 tahun kebelakang pemerintahan berjalan saat ini tidak mampu mencegah eksodus besar-besaran etnis Cina Komunis ilegal asal Tiongkok, tak terbayangkan, berapa banyak jumlah etnis Cina Komunis di Indonesia hari ini.

Masihkah akal sehat tidak mampu memahami bahwa 2019 nanti rakyat Indonesia sejatinya mengalami "Darurat Presiden" ..?

Renungkan dan camkan, bagaimana nasib masa depan anda semua dan kedaulatan negara ini jika jari-jari anda salah memilih di Pemilu 17 April 2019 mendatang.

#salam_👆👆👆akal sehat

- Pegiat Akal Sehat -

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More