Tulisan Ust. Anis Matta dalam buku "Menikmati Demokrasi"
Mengelola Ketidaksetujuan Terhadap Hasil Syuro
Pengalaman keikhlasan yang penting adalah tunduk dan patuh pada sesuatu yang kita tidak setujui dan taat dalam keadaan terpaksa.
Dalam kaitan ini sangat relevan muncul pertanyaan, bagaimana mengelola ketidaksetujuan terhadap hasil syuro?
Sebelum sampai kepada jawaban pertanyaan tersebut ada baiknya kita lakukan langkah-langkah berikut.
1. Bertanya pada diri sendiri, apakah pendapat kita telah terbentuk melalui suatu ‘upaya ilmiah’ seperti kajian, perenungan, pengalaman lapangan yang mendalam sehingga kita punya landasan kuat untuk mempertahankannya. Dalam kaitan ini harus dibedakan pendapat yang lahir dari proses sistematis dengan sekedar ‘lintasan pikiran’. Seyogyanya kita mengindari pendapat hanya untuk sekedar berbicara (asbun). Karena itu adalah kebiasaan buruk, akan tetapi ngotot adalah kebiasaan yang lebih buruk lagi. Jika memang pendapat kita telah lahir dari proses yang sistemastis maka tawadhu adalah sikap yang lebih utama. Pendapat kita memang benar, tapi mungkin salah. Dan pendapat mereka salah, tapi mungkin benar.
Apakah pendapat kita merupakan ‘kebenaran obyektif ‘atau ‘obsesi jiwa’ tertentu sehingga menjadi ngotot. Jika obsesi jiwa, maka tidak lain ini adalah salah satu bentuk hawa nafsu, maka segera bertobat karena ini adalah salah satu jebakan setan.
Jika pendapat kita adalah kebenaran obyektif dan bukan berasal dari obsesi jiwa, yakinlah bahwa syuro pun membela hal yang sama. Sebagaimana salah satu sabda Rasululloh SAW: “ummatku tidak akan pernah bersepakat atas suatu kesesatan” .
Seandainya kita tetap percaya pendapat kita lebih benar dan pendapat umum yang menjadi keputusan syuro lebih lemah atau bahkan salah, hendaklah kita percaya “mempertahankan kesatuan dan keutuhan shaf jama’ah da’wah lebih utama dan penting dari sekedar memenangkan pendapat yang boleh jadi benar”. Karena berkah dan pertolongan hanya turun kepada jama’ah yang bersatu padu dan utuh.
Seandainya pilihan syuro itu terbukti salah, dengan keutuhan shaff da’wah, Alloh SWT akan mengurangi dampak negatif dari kesalahan itu berupa misalnya: Mengurangi tingkat resikonya atau mencipatakan kesadaran kolektif yang baru yang mungkin tidak akan pernah tercapai tanpa pengalaman salah seperti itu. Mengubah jalan peristiwa kehidupan sehingga muncul situasi baru yang memungkinkan pilihan syuro itu ditinggalkan dengan cara logis.
Dalam ketidaksetujuan itu kita belajar banyak makna imaniyah: makna keikhlasan yang tidak terbatas, makna tajarrud dari semua hawa nafsu, makna ukhuwah dan persatuan, makna tawadhu dan kerendahan hati tentang menempatkan diri yang tepat dalam kehidupan berjamaah . tentang cara kita memandang diri kita dan orang lain secara tepat,makna tradisi ilmiah yang kokoh dan kelapanagan dada yang tidak terbatas , makna keterbatasan ilmu kita di hadapan ilmu Alloh SWT yang tidak terbatas, makna tsiqoh kepada jama’ah, jangan pernah merasa lebih besar dari jama’ah atau lebih cerdas dari kebanyakan orang.
Yang perlu diperkokoh adalah tradisi ilmiah kita, dalam bentuk:
memperkokoh tradisi pemikiran dan perenungan yang mendalam
memperkuat daya tampung hati terhadap beban perbedaan,
memperkokoh kelapangan dada dan kerendahan hati.
Semua ini akan menentukan apakah kita matang secara tarbawi atau tidak.
0 komentar:
Posting Komentar